Pemerintah Masukkan Garam sebagai Komoditas Penting

Ilustrasi pembuatan garam di Pulau Madura, Jawa Timur.

Jakarta, Kabarpangan.com – Pemerintah akan mengklasifikasikan garam sebagai komoditas penting. Hal itu mendorong perbaikan kualitas garam produksi dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah sehingga mampu menjaga fluktuasi harga di tingkat petambak.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, apabila garam dimasukkan ke dalam barang penting maka pemerintah dapat menentukan harga eceran terendah. “Peningkatan kualitas garam diperlukan untuk mengisi kebutuhan industri terutama yang berorientasi ekspor yang membutuhkan garam berkualitas tinggi,” kata dia di Jakarta, pekan lalu.

Kualitas garam yang digunakan industri tidak hanya terbatas pada kandungan natrium klorida (NaCl) yang tinggi, yakni minimal 97%, tapi masih ada kandungan lainnya yang harus diperhatikan seperti kalsium dan magnesium dengan maksimal 600 ppm serta kadar air yang rendah. Standar kualitas tersebut yang dibutuhkan industri aneka pangan dan industri chlor alkali plan (soda kostik). Sedangkan garam yang digunakan industri farmasi untuk memproduksi infus dan cairan pembersih darah harus mengandung NaCl 99,90%.

Airlangga menegaskan, pemerintah mengimpor garam untuk kebutuhan bahan baku industri-industri tersebut. Sedangkan untuk garam konsumsi masih akan dipenuhi oleh industri garam nasional. Hingga saat ini, garam yang mendekati kualitas tinggi sudah mulai banyak terserap oleh industri. “Sekarang kira-kira industri sudah menyerap garam dari masyarakat sekitar 1 juta ton,” ujar Airlangga.

Dia mengungkapkan, tidak ada rembesan garam impor ke pasaran. Sebab, garam yang diimpor produsen untuk diolah dan dijadikan bahan baku untuk produk tertentu yang bernilai tambah tinggi. “Produk jadinya itu antara lain alkali, PVC, hingga infus,” ungkap dia. Harga garam industri juga jauh lebih mahal ketimbang garam produksi rakyat, sehingga tidak ada alasan bagi importir untuk menjual garam industri ke pasar. “Harga garam industri kan jauh lebih mahal. Jadi, importir atau perusahaan yang menggunakan garam untuk kebutuhan industri tidak ada insentifnya untuk jual ke pasar,” kata dia.

Menperin menyebutkan, peningkatan kualitas produksi garam lokal bakal ditopang melalui perbaikan infrastruktur dari dan menuju lokasi tambak garam. Hal ini untuk mempercepat laju distribusi. Contohnya, pembenahan jalan dari kawasan tambak ke jalur transportasi utama.

Menurut data BPS dan Kemenko Perekonomian, kebutuhan garam nasional 2019 diperkirakan 4,19 juta ton dengan 3,51 juta ton di antaranya untuk industri. Kebutuhan garam industri itu naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 3,28 juta ton. Peningkatan itu seiring penambahan investasi yang mendorong pertumbuhan sektor pengguna garam industri tersebut. Pada 2018, seperti ditulis ID, Kemenperin memfasilitasi kerja sama antara industri pengolah garam nasional dengan petani garam lokal sebagai salah satu upaya mengoptimalkan penyerapan garam hasil produksi dalam negeri. Sebanyak 15 industri pengolah garam telah merealisasikan 90% penyerapan garam lokal atau berkisar 1,01 juta ton.

Sementara itu, Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono menyampaikan, garam merupakan salah satu bahan baku pokok yang dibutuhkan bagi sebagian sektor industri di dalam negeri untuk menunjang keberlanjutan produksinya. “Garam adalah komoditas strategis yang dapat mendukung rantai pasok dan meningkatkan nilai tambah sejumlah industri di dalam negeri. Jadi, sama pentingnya dengan bahan baku lainnya seperti baja dan produk petrokimia,” papar dia. [KP-05]

kabarpangan.com // kabarpangan.id@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*