Dari Cipanas, Digitalisasi Pasar Tradisional Diharapkan Berkembang

CEO Etanee Cecep M Wahyudin (tengah) memberikan penjelasan dalam Soft Launching Pasar Tradisional Berbasis Digital di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat.

Cianjur, KP – Kekhawatiran yang dihadapi pasar tradisional dalam era disrupsi mulai bisa diatasi. Hal itu dilakukan dengan mendorong keterlibatan para pelaku pasar dalam akses pasar online. Aplikasi Etanee Food Marketplace yang bekerja sama dengan Asosiasi Pedagang Daging Domba, Ayam dan Sapi (APDDAS), pengurus Pasar Cipanas dan Pasar GSP di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat telah merintis digitalisasi pasar tersebut.

Kerja sama dan kolaborasi tersebut diluncurkan Senin (22/1) dengan pendaftaran dari ratusan para pedagang pada aplikasi Etanee. Untuk tahap awal, sebanyak 2.600 pedagang (pemilik kios) pasar tradisional tersebut akan terhubung secara online.

“Ini merupakan terobosan di tengah kekhawatiran dampak ekonomi lebih besar khususnya ke pasar tradisional. Dua kendala besar yang dihadapi pasar tradisional di era disrupsi ini yaitu tidak adanya akses pasar online bagi para pedagang dan kebiasaan konsumen (consumer behavior) untuk berbelanja di pasar tradisional makin menurun, khususnya bagi generasi muda milenial,” kata CEO Etanee Cecep M Wahyudin.

Dikatakan, digitalisasi pasar Cipanas ini diharapkan menjadi pencetus (trigger) pertama dari digitalisasi pasar tradisional lainnya di Indonesia. Sekaligus, menjadi momentum untuk pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan kesinambungan eksistensi pasar tradisional.

“Dengan pendekataan ini maka inovasi teknologi digital tidak hanya dinikmati para pelaku usaha besar, namun juga para pelaku usaha tradisional. Ini sangat penting karena lebih dari dua pertiga ekonomi Indonesia digerakkan oleh UMKM dan ekonomi kerakyatan,” papar Cecep.

(Baca : ‘Etanee’ Rintis Digitalisasi Pasar Tradisional Pertama di Indonesia)

CMO Etanee Herry Nugraha menjelaskan, para pedagang yang mendaftar akan memiliki kios digital online di Etanee Food Marketplace yang dapat diakses oleh konsumen dalam radius 5-10 kilometer (km) dari kawasan Pasar Cipanas. Jadi, konsumen tidak perlu repot-repot datang untuk belanja ke pasar; namun cukup memilih kios, memilih produk yang ingin dibeli dan melakukan pembayaran secara transfer atau bayar di tempat (COD).

“Efek ekonomi dari proses digitalisasi pasar ini akan memperbesar akses pasar para pedagang. Artinya omzet pedagang akan naik berlipat karena selain mendapatkan omzet secara offline dari pembeli yang datang ke kios, juga dari penjualan secara online melalui Etanee Marketplace,” jelasnya.

Kemudian, lanjutnya, produk yang dibeli akan diantarkan oleh ratusan tukang ojek atau angkutan umum (angkot) yang juga sudah terhubung secara digital melalui aplikasi Etanee Delivery. “Ini juga membuka ratusan peluang pekerjaan baru bagi tenaga pengantar produk, seperti terlibatnya para tukang ojek dan meningkatnya utilisasi angkutan umum di sekitar pasar Cipanas,” ujarnya.

Aplikasi Etanee lebih dari sekedar e-commerce atau toko online. Secara model bisnis, Etanee menggabungkan tiga rantai bisnis utama yaitu rantai pasokan di hulu meliputi digitalisasi kegiatan produksi peternakan dan pertanian, lalu di rantai tengah manajemen logistic pasca-panen dan sistem distribusi yang menghubungkan channel dan pelaku usaha pangan secara langsung ke tangan konsumen akhir di bagian hilir.

Aplikasi ini memberikan solusi kepada para konsumen jaman sekarang yang menginginkan berbelanja kebutuhan dapur dan makanan siap santap tanpa harus pergi ke luar rumah. Semua proses belanja cukup dikendalikan oleh jari jemari melalui telepon pintar (smartphone). [KP-02]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*