Pariwisata, Pers, dan Tantangan Digital

Sekjen PKB Hasannudin Wahid
Sekjen PKB Hasannudin Wahid

Pada peringatan Haris Pers Nasional (HPN) Selasa (9/2), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menulis di akun Twiter, @jokowi, bahwa sekarang ini pers Indonesia berhadapan dengan dua tantangan utama yaitu pandemi Covid-19 dan tanggung jawab sebagai penjernih informasi di masyarakat.

Melaui twiter itu pula Presiden Jokowi juga menyampaikan terima kasih kepada pers Indonesia karena telah berkontribusi dalam upaya menjaga ideologi bangsa: Pancasila, Dasar Negara: Undang-Undang Dasar 1945, demi terjaminnya negara kesatuan negara Republik Indonesia (NKRI). Pers juga berpartisipasi aktif mendorong perubahan sosial serta percepatan pembangunan infrastruktur dan ekonomi.

Pers atau media massa (cetak, elektronik dan online), tak dapat diragukan memainkan peran unik dalam masyarakat modern. Belakangan ini pers memiliki kaitan yang semakin kuat dengan ledakan di sektor industri pariwisata. Melalui pers, masyarakat global, dapat mengakses informasi mengenai destinasi wisata dan banyak atraksi menarik yang ada di berbagai sudut dunia. Selain menyediakan informasi mengenai destinasi, pers membantu mempromosikan brand produk dan jasa pariwisata ke masyarakat luas. Pada sisi lain, pers juga memotivasi sekaligus mengawasi para pelaku industri pariwisata.

Sebelum internet dan media baru lahir, industri pariwasata banyak dibantu pers/media cetak (surat kabar dan majalah), dan terutama media elektronik seperti televisi, dan film. Tetapi, sejak pers memanfaatkan teknologi digital, kontribusi dan pengaruhnya bagi industri pariwisata menjadi sangat dahsyat.

Pers digital telah mentransformasi industri pariwisata. Dengan kata lain, pariwisata sepertinya telah bersandar sepenuhnya pada industri pers. Melalui pers yang berbasiskan internet dan teknologi digital, para pelaku industri pariwisata, baik jasa perhotelan, jasa transportasi dan akomodasi, jasa MICE (Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran), jasa catering dan produsen souvenir bisa berinteraksi dan berkolaborasi secara cepat dan mudah. Begitu pula, calon pengguna jasa pariwisata pun dapat berinteraksi dan berbagi informasi secara cepat dan mudah dengan para penyedia jasa pariwisata.

Dengan begitu, mereka dapat memilih destinasi wisata, hotel, jasa transportasi dan akomodasi terbaik dengan harga terjangkau, atraksi budaya yang menarik, memilih sajian makanan terenak, dan memilih souvienir yang paling memorable.

Strategi Media
Sejatinya, upaya memaksimalkan peran pers memajukan industri pariwisata sudah mulai dikembangkan oleh Kementerian Pariwisata (mulai 1 Oktober 219 menjadi Kementerian Pariwsata dan Ekonomi Kreatif , disingkat, Kemenparekraf, Indonesia sejak 2015 lalu).

Strategi media yang dikembangkan kala itu meliputi empat elemen yaitu media berbayar, media sendiri, media sosial dan endorser. Media berbayar adalah media yang dioperasikan oleh lembaga atau organisasi eksternal dan Kemenparekraf menyewakan ruangannya.

Media sendiri adalah media yang dikembangkan oleh internal (Kementerian Pariwisata). Media sosial merupakan platform digital yang dikembangkan beberapa perusahaan sehingga digunakan sebagai media pribadi. Sedangkan, endorser adalah strategi media dengan menggunakan key opinion leader (KEOL) di setiap media untuk mendukung program komunikasi. Endorser merupakan ikon dari brand, merepresentasikan brand dan memberikan testimoni tentang brand tersebut.

Beberapa endorser adalah public figure, dan artis atau orang yang memiliki follower banyak dan aktif membangun enggagement sebagai media, seperti Dimas Seto, Prilly, Dude Herlino, Rossa, Indrabekti dan masih banyak lagi artis populer Indonesia lainnya.

Melalui Media Berbayar, Indonesia telah berhasil menjalin kerja sama dengan berbagai biro iklan (nasional dan internasional) dan media, dalam mengakses ruang publik. Indonesia berhasil memasang iklan di papan reklame dan videotron baik di dalam maupun luar negeri.

Berbagai spot di kota-kota besar dunia mempertontonkan baliho dan videotron kampanye indah Indonesia dengan berbagai destinasi. Selain itu, berbagai promosi Wonderful Indonesia muncul di berbagai taxi atau bus di kota-kota besar dunia seperti Berlin, London atau Paris.

Kementerian Pariwisata juga telah membeli ruang media cetak dan portal berita elektronik untuk advertorial program pariwisata yang sukses, sosialisasi kebijakan dan berbagai branding masyarakat Indonesia dengan menjual 10 destinasi unggulan atau dikenal dengan 10 Bali baru. Destinasi populer dan acara utama pariwisata menjadi bahan branding. Dengan mengadaptasi timeline promotion pre event, on event dan post event. Media berkontribusi pada persepsi masyarakat tentang produk/jasa pariwisata Indonesia.

Strategi media, menurut penulis, adalah suatu strategi yang cukup berhasil, walau belum memenuhi target. Paling tidak, strategi media telah mampu mengangkat indeks kinerja merek Wonderful Indonesia hingga berada di urutan ke-47 dalam World Economic Forum (WEF) 2017.

Bahkan, setelah itu kinerja pariwisata kita mengalami peningkatan secara singnifikan. Pada tahun 2019 misalnya, jumlah penerimaan devisa dari sektor pariwisata mencapai Rp 280 trilun sesuai target. Jumlah wisman mencapai 16,1 juta orang, dari target 20 juta orang, dan Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) berada pada peringkat 40, dari target peringkat 30.

Mengatasi Kendala
Presiden Jokowi telah menunjukan bahwa saat ini pers Indonesia berhadapan dengan dua tantangan utama yaitu pandemi Covi-19 dan tanggung jawab sebagai penjernih informasi di masyarakat. Itu berarti bahwa di tengah perang melawan pandemi Covid-19, pers Indonesia harus berjuang ekstra keras untuk memastikan dirinya sebagai pilar demokrasi keempat. Para insan pers harus sigap dan cermat menjernihkan informasi yang yang berseliweran, supaya masyarakat tetap solid dan optimistis menghadapi pandemi Covid-19. Para insan pers juga mesti mampu meluruskan berita miring mengenai program vaksinasi, agar bisa dijalankan dengan lancar dan sukses.

Dalam skope yang lebih sempit, pers juga mendapat tantangan untuk ikut menggairahkan kembali kegiatan di sektor pariwisata yang lesuh akibat Covid-19. Hal ini tak mudah, karena para insan pers harus menjalan tugas jurnalistik dengan kewaspadaan yang tinggi, patuh pada protokol kesehatan yang ketat agar tidak terpapar atau memaparkan Covid-19.

Di sisi pendapatan, terutama saat Covid-19 secara umum pers Indonesia mengalami penurunan. Nielsen Media Indonesia menjelaskan, hingga Agustus 2020, belanja iklan di media baru sekitar Rp 120 triliun, terdiri atas iklan di TV mencapai Rp 88,2 triliun, di media website Rp 24,2 triliun, di media cetak Rp 9,6 triliun dan di media radio sekitar Rp 604 miliar. Padahal, belanja iklan 2019 mencapi Rp168 trilun atau bertumbuh 10 persen dibandingkan dengan 2018. Yang menarik, sekalipun dalam masa pandemi Covid-19, belanja iklan media online meningkat pesat. Hal ini menjadi isyarat bahwa, pers yang prospektif adalah pers yang memanfaatkan jaringan internet dan teknologi digital.

Jadi, supaya bisa tetap eksis di masa pandemi dan pasca-Covid-19, pers semestinya bertransformasi dan go-digital. Sebab, mulai sekarang masyarakat, terutama kaum milenial semakin terbiasa beraktivitas dan mengakses media online. Bahkan, mereka semakin terbiasa mengakses beberapa layar media secara bersamaan, atau disebut dengan dual/triple-screen setiap harinya. ***

***) Ditulis oleh Hasannudin Wahid, Sekretaris Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Anggota Komisi X DPR RI

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*