Petani Rumput Laut NTT Menang Atas Gugatannya di Australia

Daniel Sanda (tengah) dan petani rumput laut Indonesia yang menggugat di Australia.
Daniel Sanda (tengah) dan petani rumput laut Indonesia yang menggugat di Australia. [ist]

Jakarta, Kabarpangan.com – Ratusan ribu petani rumput laut di Nusa Tenggara Timur (NTT) menang atas gugatannya terhadap perusahaan PTTEP Australasia di Pengadilan Federal Australia pada Jumat (19/3/2021). Gugatan itu terkait dengan pencemaran minyak akibat meledaknya kilang minyak dan gas (migas) Montara di Laut Timor pada 21 Agustus 2009 lalu. Pencemaran migas dari wilayah Australia itu masuk ke perairan Indonesia hingga mematikan komoditas rumput laut di sebagian besar pesisir selatan NTT. Kilang Montara itu terletak sekitar 700 kilometer sebelah barat Darwin, tepatnya di sumur H1.

Gugatan kali ini tercatat dari 15.000 petani rumput laut Indonesia yang mata pencahariannya hancur akibat tumpahan minyak dari perusahaan patungan Australia dan Thailand tersebut. Beberapa media Australia, Jumat sore, memberitakan gugatan perwakilan kelompok petani itu menang terhadap perusahaan minyak internasional.
Canberratimes.com.au melaporkan Pengadilan Federal Australia memutuskan ledakan operator anjungan sumur Montara berdampak terhadap petani rumput laut. Migas yang tumpah tak terkendali dari sumur bor ke Laut Timor selama 74 hari, merusak rumput laut di lepas pantai Timor dan Pulau Rote.

“Saya puas bahwa minyak ini menyebabkan atau secara material berkontribusi pada kematian dan hilangnya tanaman [pemohon utama dari petani rumput laut],” kata David Yates yang juga Hakim Pengadilan Federal.
Meski puas, kata David, dirinya terus mendorong agar kerugian pemohon dapat dihitung dan bahwa mereka berhak atas ganti rugi. Perusahaan minyak, PTTEP Australasia, menerima bahwa mereka lalai dalam menangguhkan dan mengoperasikan sumur tersebut, tetapi berpendapat bahwa mereka tidak memiliki kewajiban terhadap para petani.

Bahkan, anak perusahaan BUMN Thailand itu menegaskan tidak ada bukti minyak mencapai perairan NTT. Apalagi dalam bentuk yang meracuni atau mematikan tanaman rumput laut. Pemohon utama Daniel Sanda, yang hidup dengan penghasilan sekitar US$2.000 setahun sebelum bertani rumput laut di Pulau Rote, telah menghitung tumpahan minyak tersebut menyebabkan dia kehilangan keuntungan sebesar Rp 739 juta (Aus$67.000) selama 6 tahun.

Hakim Yates memutuskan Sanda harus diberi ganti rugi Rp 253 juta rupiah, setelah menerapkan diskon 40 persen karena ketidakpastian pendapatan pasti Sanda. Selain Daniel Sanda, masih ada 15.000 petani rumput laut yang tersebar di dua kabupaten paling selatan di Indonesia tersebut. [KP-03]

kabarpangan.com || kabarpangan.id@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*