Usaha Berbasis Kampung, Pengalaman Fasilitator di Papua Bisa Jadi Model BP3OKP

Warga Kebar, Tambrauw, Papua Barat, menggarap usaha bersama ulayat.

MANOKWARI, KP – Pembangunan ekonomi Tanah Papua membutuhkan pendekatan yang lebih melibatkan dan memberdayakan masyarakat, khususnya Orang Asli Papua (OAP). Pertanian dan peternakan terintegrasi merupakan solusi agar OAP semakin mandiri dan sejahtera karena ditopang sumber daya alam dan para ulayat. Salah satu faktor penting adalah memfasilitasi masyarakat bersama-sama dalam usaha tani-ternak secara komprehensif.

Demikian disampaikan drh Olan Sebastian, praktisi bussiness development service (BDS) yang berpengalaman sekitar tiga tahun mendampingi OAP di beberapa wilayah Papua Barat sejak 2021 lalu. Selain ahli peternakan, Olan bersama sejumlah pakar dan praktisi alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) mempunyai model pemberdayaan di Distrik Kebar, Kabupaten Manokwari dan Distrik Sidey, Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Sebelumnya sudah ada penjajakan di Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Sorong Selatan (Papua Barat Daya), serta Kabupaten Dogiyai (Papua Tengah) dan Merauke (Papua Selatan).

“Di Kebar sudah dikembangkan jagung sebagai pakan ternak dan sekarang sedang disiapkan di Sidey, Manokwari. Semua dimulai dengan pemahaman bersama soal tani-ternak dalam konteks usaha. Setelah itu, atas seijin para ulayat lalu dibangun kemitraan bersama dengan warga kampun. Ini tidak mudah karena membangun usaha bersama dan OAP serta ulayat juga terlibat,” kata pemegang lisensi benih sapi unggul Spanyol ini, seperti ditulis SP pekan lalu.

Petrus Budiharto, Tim BDS dari PT Caturnawa Mitratani Nusantara (CMN) yang berdomisili di Manokwari mengatakan untuk hal-hal teknis budi daya bukanlah kendala di Papua karena bertani/berkebun sudah menjadi tradisi masyarakat. “Yang paling penting itu adalah motivasi dan semangat dalam mengembangkan pertanian/peternakan dengan skala usaha yang terukur. Ini yang sangat diperlukan agar tani-ternak tidak sekadar memenuhi kebutuhan rumah,” ujarnya.

Di Kebar dan Sidey, katanya, pola yang digunakan adalah mengajak ulayat atau pemilik lahan untuk berkolaborasi bersama. Tentu untuk tahap awal, butuh sejumlah fasilitasi dan dukungan seperti infrastuktur dasar, peralatan, modal usaha, hingga kelembagaan/manajemen. Sebagai contoh di Kebar, para ulayat dari marga Auri bersama-sama membentuk badan usaha dengan pihak swasta untuk mengelola usaha bersama.

“Tantangannya tidak mudah tapi bisa dicoba untuk semua wilayah di Papua. Kita sering mendengar panen cabai terbuang-buang sehingga harga jatuh, lalu ongkos angkut panen lebih mahal. Kendala-kendala ini bisa diminimalisir sejak awal,” ujar Petrus.

Menurut Olan, pola pengembangan tersebut bisa dilakukan dengan mengoptimalkan berbagai sumber dana dan sumber daya yang ada di Papua. Untuk itu, kehadiran Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) setidaknya bisa menjadi batu loncatan dalam mewujudkan program pemberdayaan tersebut.

Olan dan Petrus sepakat bahwa dana yang diperlukan dalam program pemberdayaan tidak terlalu besar tetapi berdampak sangat luas dan langsung ke OAP. Beda dengan usaha investasi skala besar yang membutuhkan dana ratusan miliar dan belum tentu juga berjalan dengan baik.
“Dana otonomi khusus (otsus) atau melalui berbagai kelembagaan/dinas pemerintahan daerah bisa dioptimalkan lagi. Namun, pendekatannya tidak bisa sekadar program karena sudah berkali-kali gagal,” kata Olan.

Sebelumnya, Alberth Yoku selaku perwakilan BP3OKP wilayah Papua dalam diskusi bersama SP di Jakarta, belum lama ini menjelaskan bahwa pembangunan Papua selama ini belum tepat sasaran sehingga OAP terpinggirkan. Padahal, cukup banyak dana yang dikucurkan sejak penerapan otonomi khusus (Otsus) tahun 2001 lalu. “Inilah menjadi tugas dan tanggung jawab yang harus dikawal oleh BP3OKP yang dipimpin Wakil Presiden RI,” kata Alberth.
Untuk itu, BP3OKP membutuhkan mitra sehingga secara bersama-sama bisa mewujudkan poembangunan sumber daya manusia (SDM) yang baik dan terukur.

Seperti diketahui, pada Senin (29/5/2023) lalu, Ketua BP3OKP yang juga Wapres Ma’ruf Amin mengukuhkan enam anggota BP3OKP di Istana Wapres. BP3OKP tersebut akan mengawal pembangunan Tanah Papua seperti dicanangkan Presiden Joko Wido dalam Peraturan Presiden tentang Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (Perpres RIPPP) Tahun 2022–2041. Dalam Perpres yang ditetapkan pada 17 April 2023 lalu itu ada tiga misi besar pembangunan di Papua, yakni Papua Sehat, Papua Cerdas, dan Papua Produktif. [CR-3]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*