Jakarta, Kabarpangan.com – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akhir Juli lalu memutuskan 7 (tujuh) pelaku usaha atau importir garam tidak terbukti melakukan kartel dalam perdagangan garam industri aneka pangan di Indonesia pada periode tahun 2015 hingga 2016.
Ketujuh Perusahaan itu adalah PT Garindo Sejahtera Abadi (GSA), PT Susanti Megah (SM), PT Niaga Garam Cemerlang (NGC), PT Unicem Candi Indonesia (UCI), PT Cheetam Garam Indonesia (CGI), PT Budiono Madura Bangun Persada (BMBP) dan PT Sumatraco Langgeng Makmur (SLM).
Putusan tersebut dibacakan dalam persidangan dengan agenda pembacaan putusan atas perkara Nomor 09/KPPUI/2018 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Perdagangan Garam Industri Aneka Pangan di Indonesia.
Namun, KPPU melihat terdapat persoalan lain pada industri garam sehingga praktik bisnis saat ini yang mengakibatkan petani lokal kalah bersaing. Salah satu persoalan yaitu lemahnya pengawasan impor garam dari pemerintah terhadap importir. Sehingga, menyebabkan terjadinya kebocoran garam impor yang seharusnya khusus industri ke pasar ritel.
“Ada beberapa hal kami temukan pascapersidangan. Meski kami putuskan tidak melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, fakta persidangan menemukan problematika terkait industri garam dan kebijakan (pemerintah). Dari persidangan ditemukan ada mekanisme pengawasan di perindustrian (Kementerian) sehingga improtir ini menjual garam kepada nama-nama pembeli yang tidak terdaftar,” jelas Juru Bicara KPPU, Guntur Syaputra Saragih di Jakarta, Rabu (14/8).
Lebih lanjut, Guntur menjelaskan importir tersebut menjual sebagian besar hasil impornya kepada pembeli yang tidak tercatat dalam pengajuan impor. Perlu diketahui, importir harus menyertakan nama perusahaan pembeli sebagai syarat impor kepada pemerintah. “Majority (penjualan garam impor) kepada pembeli yang bukan didaftarkan,” imbuhnya.
KPPU mengajukan berbagai usulan kepada pemerintah terkait persoalan garam impor. Usulan tersebut seperti penetapan volume dan harga patokan garam impor. Selain itu, KPPU juga meminta pengawasan pemerintah terhadap impor garam harus diperbaiki sehingga tidak terdapat rembesan garam impor ke pasar yang dapat menekan harga produksi lokal.
Persoalan garam ini, seperti diulas hukumonline.com, sebenarnya sudah muncul dalam proses persidangan KPPU mengenai Perdagangan Garam Industri Aneka Pangan di Indonesia. Salah seorang anggota Majelis Komisi, Yudi Hidayat, memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam perkara ini. Dia menyatakan pendapat berbeda dalam pembuktian unsur mempengaruhi harga dan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.
Majelis Komisi dalam proses pemeriksaannya juga menemukan fakta utama bahwa permasalahan dalam impor garam adalah potensi perembesan garam industri ke dalam pasar garam konsumsi yang dapat merugikan petani garam lokal. Permasalahan impor tersebut dikonfirmasi Majelis Komisi sebagai salah satu penyebab utama munculnya dugaan pelanggaran tersebut. KPPU menilai perembesan garam industri tersebut sebagai pokok permasalahan industri garam di Indonesia.
Bikin Kacau
Sementara itu, Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan menyarankan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tidak lagi mengimpor garam, karena itu membuat harga garam jadi turun, apalagi impor pada waktu panen.
“Karena dengan kita dapat 5.270 hektar ya yang di Kupang, itu produksi garam industri kita sudah sampai kepada tambah 800-an ribu ton pada 2021. Jadi sebenarnya kita ndak usah lagi impor-impor,” kata Luhut di Jakarta pada akhir Juli lalu seperti dikutip dari Setkab.
Namun, karena tambahan produksi garam itu diprediksi terjadi tahun 2021, Luhut menyarankan agar mulai sekarang secara bertahap impor garam dikurangi. “Sekarang ini saya sarankan Presiden tadi eloknya enggak udah ada impor-impor lagi lah itu bikin jadi kacau itu,” ujar Luhut.
Mengenai industri makanan minuman yang memerlukan garam industri, Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan mengaku memahami. Tapi Luhut meyakini, jika industri tersebut sudah punya stok garam dalam jumlah yang cukup. “Ya kalau sudah ada ngapain impor-impor. Sekarang yang bikin current deficit kita itu kan anu, terlalu banyak impor, kita enggak produksi,” tutur Luhut. [KP-05]
kabarpangan.com // kabarpangan.id@gmail.com
Be the first to comment