Setelah Bumdes Aktif, Pupuk Bersubsidi Mudah Diakses Petani

Distribusi pupuk melalui Bumdes.

Larantuka  – Distribusi pupuk bersubsidi bagi petani tidak selamanya lancar. Tidak semua wilayah dapat menjangkau pupuk dengan cepat dan distribusi yang lancar, seperti beberapa kawasan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Salah satu solusi yang dilakukan dengan memberdayakan badan usaha milik desa (Bumdes) untuk memperlancar distribusi pupuk bagi petani.

Darius Don Boruk yang juga Kepala Desa Boru Kedang, Kabupaten Flores Timur, NTT, mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, distribusi dan akses petani terhadap pupuk tersebut sering menjadi persoalan. Distribusi yang lambat itu juga menyebabkan harganya pun selalu tinggi.
“Padahal, pupuk tersebut menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan produktivitas komoditas pertanian,” kata Darius, belum lama ini.

Para petani di Desa Boru Kedang, Kecamatan Wulanggitang tersebut, sering tidak mendapatkan pupuk tepat waktu atau pupuk bisa diperoleh dengan tambahan harga karena mata rantai yang cukup panjang.

Untuk diketahui, sejak tahun 2015, ratusan petani dari beberapa desa di Kecamatan Wulanggitang sangat bergantung pada pengecer pupuk di Kota Larantuka (Flores Timur) atau distributor di Kota Ende (Flores bagian tengah). Jarak kedua kota itu cukup jauh dengan jarak tempuh antar kedua kota itu bisa mencapai 6-7 jam.

Darius menambahkan persoalan distribusi dan mata rantai yang cukup panjang itu mendorong pihaknya dengan masyarakat untuk mengaktifkan Bumdes dari Desa Boru Kedang. Bumdes yang dikenal dengan nama Tana Bojang tersebut mulai aktif dalam distribusi pupuk bagi petani sejak awal 2018 lalu.

Bumdes Tanah Bojang pun menjadi pengecer pupuk bersubsidi untuk melayani petani di 11 desa dari tiga kecamatan. Dalam pelaksanaannya, Bumdes juga bekerja sama dengan para penyuluh pertanian (PPL) melakukan sosialisasi dan pelatihan penyusunan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

Engelinus Lela Blolon selaku Direktur Bumdes Tana Bojang, pekan lalu, mengatakan kehadiran Bumdes sangat membantu petani. Selain tepat waktu, biaya yang dikeluarkan petani juga lebih murah karena tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi. Belum lagi jika stok yang sedikit atau habis sehingga petani yang hendak mengambil pupuk terpaksa pulang tanpa membawa pupuk dari pengecer.

“Satu kali pengambilan, petani mengeluarkan Rp 100.000 hingga Rp 200.000 di luar harga pupuk untuk transportasi. Belum lagi soal kepastian ketersediaan pupuk dari pengecer,” katanya.

Untuk diketahui, penguatan peran Bumdes untuk membantu para petani tersebut merupakan salah satu solusi dari audit sosial pupuk bersubsidi di Desa Boru Kedang. Audit sosial ini dilakukan Pemerintah Desa Boru Kedang, Yayasan Ayu Tani, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) atas dukungan Oxfam Indonesia pada tahun 2016.
Hasil tersebut melahirkan gagasan untuk meningkatkan akses petani pada pupuk bersubsidi. Selain itu, digagas upaya penguatan pengetahuan petani tentang perencanaan kebutuhan pupuk melalui penyusunan RDKK.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*