Sawah 400 Ha di Sikka Nyaris Terlantar Akibat Sedimentasi Bendungan

Sedimentasi bendungan Liba, Magepanda, Sikka, NTT.

Jakarta, Kabarpangan.com – Sentra pertanian (sawah) seluas 400 ha di Desa Magepanda, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengalami kesulitan air sejak tiga bulan terakhir. Selain musim kemarau berkepanjangan, saluran irigasi dari Bendungan Liba yang mengairi kawasan penghasil beras tersebut tidak berfungsi dengan baik. Sedimentasi pasir dan tanah sejak empat tahun terakhir menyebabkan bendungan tersebut tidak berfungsi.

Tim kabarpangan.com baru-baru ini mendatangi langsung bendungan skala kecil yang mengairi sekitar 400 ha sawah di Desa Magepanda. Bendungan yang dibangun lebih dari 10 tahun lalu itu tidak berfungsi dan menyisahkan sedikit genangan air. Sedimentasi akibat pasir, kerikil dan tanah menutupi area penampungan air dari bendungan tersebut.

Baca : Tingkatkan Kesejahteraan Petani, Singkong Harus Lebih Dikembangkan

Bahkan, sedimentasi yang nyaris rata dengan penampung bendungan itu sudah mulai ditumbuhi beberapa jenis tanaman liar. Itu berarti, sudah lama bendungan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi tersebut tidak berfungsi.

Persawahan yang kesulitan air.

“Air yang turun dari mata air pun sudah tidak ditampung karena semuanya ditutupi pasir dan tanah sejak beberapa tahun lalu. Padahal, bendungan ini sangat membantu pengairan semua areal sawah ketika musim kemarau berkepanjangan,” jelas Abidin, salah satu petani di Magepanda.

Menurut Abidin, hamparan sawah yang mencapai 300 ha dan 100 ha dalam jalur tambahan, akhirnya hanya mengantngkan sumber air hujan atau dari mesin pompa. Hal itu menyebabkan hampir seluruh areal persawahan di Magepanda menunda penanaman benih padi.
“Pompansasi butuh BBM dan dengan musim kemarau berkepanjangan maka muka air tanah pun turun. Ini menyebabkan pompa air pun nyaris tidak berfungsi.

Baca : Kementan-IPB Berkolaborasi Bangun Pertanian

Seperti diketahui, areal persawahan di Magepanda menjadi sentra produksi padi untuk Kabupaten Sikka dan sekitarnya. Namun, ketesersediaan air menjadi kendala terbesar pada kawasan pertanian lahan kering tersebut. Apalagi, musim tanam yang seharusnya mulai Oktober-November 2019 lalu mundur karena belum ada hujan.

Genangan dari sisa mata air.

Abidin dan beberapa kawan petani sangat berharap agar sedimentasi itu segera diatasi. Namun, belum ada realisasi baik dari pemerintah daerah maupun instasi terkait lainnya. Keterbatasan dana dan fasilitas menyebabkan bendungan tersebut tidak terurus.

Kornelis Soge, salah satu tim ahli pendamping desa di NTT, menyarankan agar masyarakat mengusulkan pemanfaatan dana desa untuk membantu perbaikan bendungan tersebut. “Dana desa tersebut hanya bagian kecil dan melengkapi saja setelah ada kesepakatan, tanggung besar ada pada kewenangan pemerintah atas bendungan tersebut,” jelasnya. [KP-03]

kabarpangan.com // agrifood.id@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*