Ribuan Babi Mati di Sumut Terindikasi ASF, NTT Harus Waspada

Cuplikan surat edaran dari Balitvet.

Jakarta, Kabarpangan.com – Ribuan ternak babi di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) yang mendadak mati diduga tidak hanya terjangkit virus Hog Cholera atau Kolera Babi, melainkan juga terindikasi virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika.
Hal itu berdasarkan hasil uji laboratorium sampel bangkai babi di Medan yang dilakukan Balai Veteriner Medan.

“Saya katakan indikasi karena selama ini tidak pernah ada dan saya katakan sampai saat ini tidak ada serangan virus ASF, tapi kalau indikasi ASF, iya. Beda antara ada dan indikasi ya,” kata Kepala Balai Veteriner Medan Agustia MP di Medan, Jumat (8/11).

Agustia mengungkapkan bahwa untuk membuktikan adanya ASF, harus dilakukan uji lab berkali-kali. Karena katanya, virus ASF ini belum pernah ada di Indonesia dan belum ada obatnya. “Virus ini serangannya cepat dan sistemik. Babi yang diserang tidak kelihatan sakit namun bisa tiba-tiba mati. Virus ASF ini masuk ke dalam tubuh dan mematikan organ-organ,” sebutnya.

Ilustrasi ternak babi tradisional.

Sebelumnya, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumatera Utara mencatat ada 11 Kabupaten/Kota yang terkena wabah virus hog cholera yaitu Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Medan, Karo, Toba Samosir, Serdang Bedagai, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Samosir.

Baca : Sistem Komando di Kecamatan Wujudkan Kedaulatan Pangan

Dari 11 kabupaten/kota tersebut sebanyak 4.682 ekor babi dilaporkan mati akibat virus ini. Hingga kini, Pemprov Sumut bersama pemerintah daerah berupaya keras untuk menangani masalah tersebut.

Secara terpisah, Centre for Economic, Rural Development on Agriculture Sustainability (Cerdas) mendesak perlunya langkah-langkah antisipasi yang cepat untuk mencegah penyebaran virus ASF tersebut. Tindakan yang cepat sangat diperlukan agar kerugian dari peternak dan usaha peternakan babi bisa ditekan.

Baca : Serangan ASF, Filipina Musnahkan Ribuan Babi

“Sekarang perlu langkah-langkah untuk menekan kerugian pada tingkat peternak dan usaha peternakan babi lainnya. Kemudian secara komprehensif perlu langkah-langkah jangka panjang,” ujar Cons JM Tukan yang juga Co-founder Cerdas.

Lalu bagaimana dengan NTT? Sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, NTT khususnya Timor Barat saat ini berada dalam ancaman serius, terutama dilihat dari tingginya pergerakan babi di daerah perbatasan.

Pengajar Politeknik Pertanian Kupang yang juga pakar kesehatan hewan Petrus Malo Bulu mengatakan beberapa penelitian menunjukkan pergerakan/perpindahan babi di perbatasan NTT-Timor Leste secara ilegal lebih banyak dibandingkan yang formal atau legal. Oleh karena itu, langkah yang harus dilakukan dengan memperketat pengawasan di daerah perbatasan.
“NTT sangat rawan dan perlu langkah-langkah antisipatif segera mungkin,” ujar Ketua DPD Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (HA IPB) NTT ini.

Secara terpisah, Kepala Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Dani Suhadi mengimbau warga melaporkan kematian mendadak ternak babi menyusul merebaknya penularan virus demam babi Afrika di negara tetangga Timor Leste.

Baca : Minat Ayam KUB Tinggi, UPBS Makin Kewalahan

Dia mengatakan, Dinas akan menindaklanjuti laporan warga mengenai kematian mendadak ternak babi dengan menurunkan petugas untuk melakukan pemeriksaan dan tindakan yang diperlukan untuk mencegah penyebaran penyakit hewan. “Selain laporan langsung kepada dinas terkait, warga juga bisa melaporkan lewat nomor telepon tim respons cepat 085239051331,” katanya. [KP-04]

kabarpangan.com // kabarpangan.id@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*