Revisi Perpres, Garam Bakal Masuk Daftar Komoditas Strategis

Ilustrasi pembuatan garam di Pulau Madura, Jawa Timur.

Jakarta, AF – Kemko Kemaritiman mengusulkan agar garam dimasukkan dalam daftar komoditas strategis atau kelompok bahan pangan penting sehingga pengaturan harga dapat dilakukan untuk stabilisasi di dalam negeri.

“Kami sedang mengajukan revisi atas Peraturan Presiden (Perpres) No 71/2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting,” ujar Deputi bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Kemaritiman Agung Kuswandono di Jakarta, Jumat (2/2).

Pasal 2 Perpres No 7/2015 menyebutkan, pemerintah pusat menetapkan jenis barang kebutuhan pokok dan barang penting berdasarkan alokasi pengeluaran rumah tangga secara nasional untuk barang tersebut tinggi. Selain memperhatikan ketentuan, penetapan jenis barang kebutuhan pokok juga mempertimbangkan pengaruh terhadap tingkat inflasi dan tingkat kandungan gizi tinggi untuk  kebutuhan manusia. Sedangkan penetapan jenis barang penting didasarkan pada sifat strategis dalam pembangunan nasional.

“Ini berdasarkan ketentuan, mendukung  program pemerintah, dan/atau disparitas  harga antardaerah tinggi. Garam memang tidak dimasukkan ke dalam Perpres No 71/2015, dengan alasan konsumsinya sedikit. Masalah ini sedang kami bicarakan. Kami mengusulkan revisi Perpres No 71/2015 agar garam dimasukkan sebagai barang strategis, biar bisa diatur harganya minimal Rp 1.000 per kilogram (kg). Kalau enggak, akan susah,” kata Agung.

Agung mengatakan, pengaturan harga merupakan langkah penting untuk menjamin kesejahteraan petambak garam nasional. Apalagi, pemerintah sedang menggiatkan upaya peningkatan produksi garam petani, melalui program-program intensifikasi.

“Kami sudah berkirim surat dengan Kementerian Perdagangan dan dalam waktu dekat akan bertemu membahas ini. Kami akan koordinasikan. Intinya, supaya garam masuk ke dalam kelompok barang strategis. Kalau pertimbangan Perpres No 71/2015 tidak memasukkan garam adalah karena konsumsinya nggak tinggi. Ya memang konsumsi garam hanya segitu, tapi ini kan juga menyangkut 400 industri pengguna garam, yang bisa collapse kalau tidak diatur,” kata Agung.

Direktur Jasa Kelautan Ditjen Pengelolaan  Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) M Abduh Nurhidajat mengatakan hal senada bahwa garam belum dimasukkan ke dalam kelompok bahan pangan pokok strategis. Setidaknya, ini harus dimasukkan ke dalam kelompok bahan pangan pokok penting, supaya bisa masuk ke dalam Peraturan Menteri Perdagangan untuk pengaturan harga acuan.

Sementara itu, seperti ditulis ID, Ketua Himpunan Masyarakat Petambak Garam Indonesia (HMPGI) Edi Ruswandi menuturkan, pengakuan garam sebagai bahan pangan pokok akan menjadi acuan untuk penyempurnaan pergaraman di dalam negeri. HMPGI, pada November 2017, telah mengajukan surat kepada presiden agar merevisi Perpres No 71/2015 dengan memasukkan garam ke dalam ketentuan tersebut.

“Garam bukannya bahan kebutuhan enggak pokok. Untuk itu, kami sudah menyampaikan agar Perpres No 71/2015 direvisi. Dengan memasukkan garam ke dalam kelompok bahan pokok penting, akan ada sinergi dengan upaya perbaikan dan penyempurnaan tata niaga garam, upaya stabilisasi harga dan ketersediaan, jaminan pasar, hingga pembinaan petambak garam nasional. Ini agar petambak garam bisa bersaing dan memproduksi dengan kualitas lebih baik,” kata Edi. [AF-04]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*