Timika – Sebagaimana wilayah lain di Papua dan Papua Barat, potensi sumber daya alam Kabupaten Mimika, Papua, juga sangat besar. Namun, potensi tersebut tidak akan bermanfaat bagi masyarakat jika tidak dikelola oleh pemimpin daerah yang tidak punya visi dan tidak merakyat.
Analisis kabarpangan.com menyebutkan peran kepala daerah di Papua untuk menggali dan mengelola potensi daerah sangatlah penting. Ibarat kata, jika semua sumber daya diolah dengan acauan dan kebijakan yang tepat maka semua rakyat di Papua dan Papua Barat sudah sejahtera. Potensi sumber daya alam cukup, dana yang ada pun bisa dioptimalkan. Untuk itu, masyarakat harus jeli dan tepat dalam memilih calon pemimpin agar kondisi ideal suatu daerah terwujud bagi kesejahteraan rakyatnya.
Kabupaten Mimika, Papua, akan menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) tersebut. Dalam Pilkada Mimika kali ini, ada empat pasangan calon perseorangan yaitu Petrus Yanwarin-Alpius Edowai (Petraled) dengan nomor urut 1, Robertus Waropea-Alberth Bolang (RnB) mendapat nomor urut 2, Wilhelmus (Mus) Pigai-Allo Rafra (Musa) nomor urut 3, dan Hans Magal-Abdul Muis (Ham) nomor urut 4. Kemudian pasangan laiinya adalah Maria Kotorok dan Yustus Way (5), Eltinus Omaleng dan John Retob (6) serta Philipus Waker dan Haji Basri (7).
Masyarakat, khususnya para pemilih, harus benar-benar paham secara rinci atas visi, misi, dan program prioritas dari pasangan calon bupati dan wakil bupati Mimika tersebut. Indikator sederhana dalam mengukur kualitas para kandidat tersebut melalui rekam jejak dan pengalaman, integritas dan kepekaan pada persoalan masyarakat. Di sisi lain, visi dan misi dari para kandidat juga harus dioperasionalkan dalam program-program prioritas yang terukur dan langsung menyentuh masyarakat.
Masing-masing calon tentu mempunyai visi dan misi yang bagus, namun realisasi dari visi dan misi tersebut harus terukur dan logis bagi masyarakat biasa. Setiap kandidat akan memberikan janji yang indah dan muluk-muluk, tetapi kadang-kadang tidak realistis sehingga akhirnya masyarakat hanya jadi korban ‘penipuan’.
Tulisan ini tidak akan mengulas khusus tentang visi dan misi tersebut dengan asumsi sudah banyak diungkapkan dalam berbagai media dan forum terkait. Demikian juga tidak membahas ulang atas apa yang sudah dibicarakan dalam pemaparan program dan debat kandidat. Namun, lebih mengulas hal-hal sederhana yang mungkin bisa terwujud jika para kandidat terpilih sebagai bupati dan wakil bupati Mimika.
Penelusuran kabarpangan.com mencatat ada sejumlah agenda yang bisa jadi acuan dalam program prioritas setiap kandidat. Salah satu agenda itu adalah pengembangan potensi lokal yang sehari-hari menjadi kebutuhan masyarakat Papua dan Papua Barat, yakni sagu.
Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga pakar sagu, Bintoro, pernah beberapa kali melakukan studi tentang potensi sagu di Papua, termasuk Mimika. Menurut dia, potensi sagu di Mimika sangat besar namun belum digarap maksimal. Tim IPB pernah melakukan survei di sekitar Kokonao, ibu kota Distrik Mimika Barat beberapa tahun silam. Di lokasi itu, dalam satu hektare terdapat sekitar 160-an pohon sagu dengan prediksi tepung sagu yang bisa dihasilkan mencapai 40 ton. Meskipun potensi sagu sangat tinggi, namun banyak juga sagu yang mati lantaran tidak dimanfaatkan. Maklum, setelah berbunga dan berbuah, pohon sagu akan mati. Beda dengan pisang atau kelapa yang bisa berbuah terus-menerus.
“Dari sekitar 40 ton tepung sagu yang dihasilkan untuk setiap hektare kawasan hutan sagu Papua, yang bisa dimanfaatkan hanya sekitar 5-10 persen,” ujarnya.
Untuk itu, kata dia, perlu dukungan dan perhatian dari semua pihak agar dapat mengelola potensi sagu yang besar di Mimika dan Papua secara umum. Tentu manfaatnya tidak saja bagi konsumsi utama warga setempat, tapi juga bisa dijadikan komoditi ekspor ke luar Papua atau hingga ke manca negara.
“Sangat ironis membuang-buang sumber karbohidrat karena tidak dimanfaatkan atau diolah dengan baik. Di sisi lain kita masih impor beras. Kalau dijual, sudah berapa besar dana yang bisa dikumpulkan untuk membangun negeri ini,” ujar Bintoro dalam sejumlah kesempatan.
Untuk diketahui, potensi hutan sagu di Indonesia diperkirakan sekitar 5,5 juta hektare. Dari jumlah itu, sebanyak 5,2 juta hektare berada di Provinsi Papua dan Papua Barat. Sementara hutan sagu dunia kini tinggal 6,5 juta hektare. Itu berarti, Papua adalah lumbung sagu terbesar saat ini.
Salah satu pasangan kandidat yang cukup mempunyai perhatian pada potensi sagu itu adalah Wilhelmus Pigai-Athanasius Allo Rafra (Musa). Keduanya sangat sepakat dan mendukung tawaran dari pakar sagu IPB tersebut. Komitmen mendorong pengembangan sagu ini tidak saja dikumandangkan menjelang Pilkada ini saja. Jauh sebelumnya, pada Oktober 2015 lalu ketika menjadi anggota Komisi II DPR Papua, Wilhelmus yang biasa disapa Mus ini sudah memberi apresiasi yang besar atas potensi sagu. Saat itu, dia sangat mendukung pembangunan pabrik pengelolaan tepung sagu di Kampung Keakwa, Distrik Mimika Timur Tengah, Mimika. Pabrik sagu itu dibangun Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) yang bermitra dengan PT Freeport Indonesia. Pengoperasian pabrik itu dilakukan, Selasa (27/10/2015), ditandai upacara pemberkatan gedung dan semua fasilitas pabrik oleh Uskup Timika Mgr John Philip Saklil Pr.
Sagu adalah satu contoh di tengah banyaknya potensi yang bisa diolah untuk kesejahteraan masyarakat Papua. Masih ada potensi hutan dan laut lainnya yang bisa dikembangkan dan langsung dirasakan masyarakat. Jangan sampai “kekeliruan” dalam pengelolaan potensi minyak dan gas bumi serta pertambangan mineral terulang kembali dan hanya menguntungkan “segelintir” elite saja. Rakyat bisa merasakan manfaatnya jika ada pemimpin daerah yang kreatif, jeli, berpengalaman, dan mempunyai jaringan yang kuat. Untuk itu, masyarakat Mimika jangan sampai kecewa jika salah memilih pemimpin yang hanya bisa memberikan janji-janji palsu.
Be the first to comment