Peluang RI Genjot Ekspor Sawit ke India Terbuka Lebar

Minyak sawit mentah (CPO) siap diekspor dari Pelabuhan Pelindo I Dumai di kota Dumai, Dumai, Riau. (Ist)

Jakarta, Kabarpangan.com – Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menyatakan peluang Indonesia menggenjot ekspor minyak sawit ke India terbuka lebar seiring diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 96 Tahun 2019. Dengan aturan tersebut, ekspor minyak sawit Indonesia ke India berpotensi mendapatkan kelonggaran tarif bea masuk (BM). PMK No 96 Tahun 2019 mengatur tentang Perubahan Atas PMK No 27 Tahun 2017 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk (BM) Dalam Rangka Asean-India Free Trade Area (AIFTA).

Pemerintah sebelumnya menyatakan PMK No 96 Tahun 2019 diterbitkan untuk lebih membuka akses pasar produk Indonesia di India, dengan begitu perlu dilakukan penyesuaian terhadap tarif BM produk gula kristal mentah/gula kasar (raw sugar) dari India dalam kerangka kerja sama ekonomi menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India (AIFTA). Dalam PMK yang ditetapkan berlaku 14 hari sejak diundangkan pada 24 Juni 2019 tersebut, BM atas impor raw sugar (HS 1701.13.00) dari India menjadi 5% dari sebelumnya berlaku tarif BM most favoured nation (MFN) Rp 550 per kilogram (kg) atau setidaknya 10%.

Meski India hingga saat ini masih tercatat sebagai salah satu negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia, namun volume ekspor komoditas tersebut ke India terus mengalami penurunan akibat penerapan tarif BM yang relatif tinggi dengan alasan melindungi industri minyak nabati di negara tersebut. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), pada Maret 2019, ekspor CPO dan turunannya dari Indonesia ke India turun tajam hingga 62%, yakni dari 516.530 ton pada Februari 2019 menjadi 194.410 ton pada Maret 2019.

Menurut Ketua Umum DMSI Derom Bangun, dengan berlakunya PMK No 96 Tahun 2019 tersebut maka ke depan Indonesia berpeluang menggenjot volume ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya ke India. “Apabila PMK itu sudah diberlakukan maka akan menambah akses pasar ekspor kita ke India. Menurut pembicaraan rekan-rekan di pihak India, memang itu diharapkan oleh Pemerintah India. Hal itu untuk lebih menyeimbangkan neraca perdagangan antara Indonesia dan India,” kata Derom di Jakarta, baru-baru ini.

Dengan PMK No 96 Tahun 2019 tersebut, kata Derom, volume ekspor Indonesia ke India dapat dijaga tetap sebagai yang terbesar. Namun perlu dipahami bahwa pasar di India ada dua segmen, pertama, pasar produk turunan untuk konsumen dan industri olekimia, kedua, pasar CPO untuk refinery. Segmen pasar yang kedua tersebut ingin mendapat harga CPO yang lebih baik agar dapat bersaing dengan harga minyak bunga matahari atau minyak rapeseed oil. “Para pengusaha refinery ini mengimpor jenis yang lebih menguntungkan bagi mereka. Karena itu mereka sering mengimpor minyak bunga matahari dari Ukraina atau rapeseed oil dari negara lain,” tutur Derom.

Setiap tahun, kata dia, kebutuhan India tersebut meningkat sekitar 600-700 ribu ton. Jika harga CPO kurang menguntungkan bagi India maka yang diimpor adalah minyak bunga matahari atau rapeseed oil. Dalam beberapa tahun belakangan ini, ekspor minyak sawit Indonesia ke India tidak meningkat. Pasalnya, pertumbuhan kebutuhan di India diisi dengan minyak lain yang lebih kompetitif dari CPO, seperti minyak bunga matahari maupun rapeseed oil. [ID/KP-05]

kabarpangan.com // kabarpangan.id@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*