NTT Jadi Kunci Swasembada, Investasi Garam Industri Malah Terhambat

Ilustrasi produksi garam di Malaka, NTT (Ist)

Disiapkan proyek percontohan (pilot project) di Sabu Raijua, NTT, mulai tahun 2025. Namun, investasi garam industri yang sudah berjalan di Malaka terhenti karena sejumlah persoalan.

JAKARTA, KABARPANGAN – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) berkomitmen mewujudkan swasembada garam konsumsi dan industri. Salah satu langkah strategis adalah meluncurkan proyek percontohan (pilot project) mulai tahun 2025 yang rencananya di wilayah Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Kami akan melaksanakan beberapa pilot project untuk memproduksi garam yang akan difokuskan pada tahun 2025 di NTT,” ujar Direktur Jenderal PKRL, Victor Gustaaf Manoppo, saat Konferensi Pers Capaian Kinerja Sektor Kelautan dan Perikanan Tahun 2024 Vol.4, di Jakarta, Jumat (20/12/2024).

Melalui pilot project ini, KKP menargetkan mampu memenuhi 30-50 persen kebutuhan garam industri domestik pada tahun 2025. Hal ini diharapkan bertahap mengurangi ketergantungan Indonesia impor, terutama permintaan industri yang terus meningkat. “Kami berharap kebutuhan garam industri bisa dipenuhi minimal 30-50 persen pada 2025, sehingga target untuk menghentikan impor garam industri pada 2027 dapat tercapai,” tambah Victor.

Program ini juga sejalan dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan serta Menteri Koordinator Pangan. Pemerintah menargetkan Indonesia bebas impor garam konsumsi pada 2025, sekaligus mengamankan pasokan garam lokal untuk kebutuhan rumah tangga.

Dia menjelaskan, meskipun beberapa jenis garam industri dengan spesifikasi tertentu masih perlu diimpor, Ditjen PKRL terus mengambil langkah strategis untuk memastikan ketersediaan stok garam lokal yang mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. “Pada 2025, kita pastikan tidak ada impor garam untuk konsumsi rumah tangga. Namun, impor garam industri tetap dilakukan jika stok lokal belum mencukupi,” jelas Victor.

Di sisi lain, Victor pun mengungkapkan bahwa kebutuhan garam industri, khususnya yang berjenis atau komponen Chlor Alkali Plant (CAP) masih memerlukan impor. Jumlah impor yang dibutuhkan untuk memenuhi garam industri dari CAP adalah sebanyak 1,7 juta ton.

Secara terpisah, akses jalan umum menuju lokasi tambak garam di Desa Weseben, Kecamatan Wewiku, Kabupaten Malaka, hingga kini masih tertutup sejak akhir Desember 2023 lalu. Diduga, hal itu terjadi karena sejumlah oknum pemilik lahan tambak garam kecewa dengan manajemen PT Inti Daya Kencana (IDK), selaku investor garam industri nasional yang mengelola areal tambak sejak tahun 2021 lalu.

Aksi pemblokiran jalan utama juga sudah pernah terjadi pada 11 September 2021 silam. Di mana, saat itu 12 tua adat di Desa Weoe, Kecamatan Wewiku, mengaku kecewa karena pada saat pengoperasian, PT IDK tidak melakukan upacara ritual sesuai tradisi budaya dan masyarakat setempat. Selain itu, konflik lahan antarmasyarakat pun menjadi persoalan serius yang bisa menghambat investasi.

General Manager PT IDK Putu Mahardika kepada media lokal Mei 2024 lalu membenarkan akses jalan menuju tambak ditutup beberapa oknum masyarakat. Dikatakan, dengan tidak ada akses jalan membuat keraguan bagi perusahaannya untuk berinvestasi lebih lanjut di Malaka. [KP-04]

Advertorial

IpeComm melayani jasa editor (buku/media massa), penulisan kreatif, media/public relation, komunikasi (government/community/private), promosi, business intelligent, analisis media, hingga crisis management. Didukung tim ahli & profesional, berpengalaman luas dalam komunikasi dan pernah berkarir di sejumlah media nasional/internasional. Bisa hubungi 081356564448 atau agrifood.id@gmail.com.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*