Mitigasi Kekeringan dan Urgensi Pendapatan Asli Daerah

Ilustrasi kekeringan (Ist)

Oleh Maurinus W. Gili Tibo, S.Pt.,M.Si (Perencana Ahli Madya Dinas Pertanian Kabupaten Sikka, NTT)

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Republik Indonesia merilis puncak musim kemarau akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024. Fenomena ini ditandai dengan kenaikan suhu, kekeringan lahan pertanian, dan berkurangnya debit air. Kondisi ini bukan hal luar biasa tetapi berulang setiap tahun saat musim kemarau terjadi.

Apa dampaknya bagi negeri kita? Dengan hanya memiliki 2 (dua) musim saja, yaitu musim hujan dan musim kemarau, Indonesia masuk dalam kategori iklim tropis. Iklim tropis pun terbagi atas 2 (dua) tipe, tropis basah dan tropis kering. Kawasan Indonesia barat, berciri khas tropis basah ditandai dengan intensitas curah hujan tinggi. Sebaliknya kawasan timur Indonesia, relatif dengan intensitas curah hujan rendah. Salah satunya adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masuk dalam zona kawasan timur Indonesia.

Karakteristik curah hujan di Provinsi NTT khususnya di Kabupaten Sikka, menunjukkan rata-rata curah hujan harian tertinggi dalam 3 (tiga) tahun terakhir sejak tahun 2021 menunjukkan 37,34 mm, tahun 2022 sebesar 38,99 mm, dan tahun 2023 sebesar 71,50 mm (Laporan Akhir Penyusunan Dokumen Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan Kabupaten Sikka Tahun 2023-2048).

Melihat data diatas tahun 2021 dan 2022, intensitas curah hujan tidak menunjukkan perbedaan signifikan. Agak berbeda ketika tahun 2023, yang mana intensitas curah hujan meningkat sampai 71,50 mm. Dengan intensitas curah hujan yang cukup tinggi tersebut, kita patut bersyukur karena bayangan krisis air bersih tidak menghantui masyarakat untuk beberapa bulan ke depan.
Dengan data curah hujan diatas, setidaknya persediaan air untuk pengairan dan irigasi persawahan mampu tercukupi.

Baca : Kemendikbudristek Simulasikan Makan Sehat Pangan Lokal di Alor NTT

Dengan potensi luas lahan sawah di Kabupaten Sikka tahun 2023 mencapai 2.354,5 ha (Data Dinas Pertanian Kab. Sikka, 2024), diharapkan persediaan air dapat mendukung produksi padi dan memberikan kecukupan pangan kepada masyarakat. Pada sisi lain, dampak kekeringan ketika memasuki triwulan ke-4 (empat) tahun 2024, menghantam petani hortikultura khususnya tomat. Sekitar 4 (empat) ha lahan tanaman tomat mengalami gagal panen akibat kekurangan pasokan air. Situasi ini terjadi di Dusun Lirikelan, Desa Wuliwutik, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka. Tanaman tomat banyak yang mati dan buahnya menjadi busuk.

Salah seorang petani bernama Theodorus Laurens, mengatakan dampak kekeringan tahun ini menyebabkan petani mengalami kerugian cukup besar. Buah tomat awalnya sudah siap panen, namun menjadi busuk akibat kekurangan air. Harga air menjadi sangat mahal saat ini berkisar Rp 300.000 per tangka dan kebutuhannya dalam jumlah besar. Para petani tidak sanggup untuk menyediakan air dalam jumlah besar.

“Oleh karena itu, kami membutuhkan bantuan pemerintah untuk mengatasi persoalan kekurangan air sehingga kami tidak menderita kerugian yang lebih besar lagi” (https://www.rri.co.id/daerah/1032416/kekeringan-di-kabupaten-sikka-petani-tomat-alami-gagal-panen) diunduh 15 Oktober 2024.

Melihat situasi dan kondisi saat ini maka upaya mitigasi terhadap dampak kekeringan diarahkan untuk mengurangi resikonya terhadap masyarakat. Pertama, membuat waduk, embung, dan sumur resapan untuk menyimpan air. Kedua, menanam pohon sebanyak-banyaknya di lingkungan sekitar. Ketiga, membangun dan merehabilitasi jaringan irigasi untuk menyediakan pengairan yang cukup bagi tanaman.

Keempat, memanfaatkan persediaan air tanah dengan membuat sumur bor dan melindungi sumber mata air. Kelima, menyesuaikan rencana pola tanam dan waktu tanam dengan agroklimat yang sedang terjadi. Keenam, melakukan diversifikasi penanaman dan meningkatkan produktivitas lahan. Ketujuh, membentuk unit reaksi cepat penanganan dampak kekeringan.

Upaya diatas sangat memungkinkan untuk dilakukan di Kabupaten Sikka setidaknya mampu meminimalisir kerugian akibat dampak kekeringan. Antisipasi darurat kekeringan juga mendapat perhatian serius Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian RI. Ini diwujudkan dengan bantuan pompa air kepada kelompok-kelompok tani di wilayah Kabupaten Sikka. Bantuan ini lebih diarahkan untuk program swasembada pangan melalui Perluasan Areal Tanam (PAT). Wujudnya berupa bantuan benih, pupuk dan mesin pompa air.

Kiranya dampak kekeringan ini bisa menjadi perhatian bersama segenap unsur pengambil kebijakan pembangunan di Kabupaten Sikka yaitu Pemerintah Daerah, DPRD Kabupaten Sikka, organisasi masyarakat, dan pemerhati masalah pertanian. Bagaimana peran Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka? Porsi alokasi pendanaan untuk sektor pertanian melalui APBD Kabupaten Sikka idealnya sebesar 10%. Sejauh ini alokasi hanya berkutat di angka 5% – 7%. Masih jauh dari kondisi ideal. Bisa dimaklumi karena porsi anggaran daerah kebanyakan disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Namun ini bukan hal yang tidak mungkin.

Satu-satunya jalan untuk mendapatkan alokasi pagu anggaran yang memadai yaitu dengan meningkatkan penerimaan daerah yaitu melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Apakah bisa meningkatkan PAD yang ditopang dari sektor pertanian/pangan? Belajar dari daerah lain, rupanya tidak mudah tetapi selalu ada solusi. Dengan demikian pembangunan pertanian bisa mengantisipasi terhadap kekeringan yang terjadi. Harapannya adalah dampak kekeringan ini tidak berulang setiap tahun tetapi ada upaya meminimalisir agar kerugian kekeringan tidak menjadi bencana di daerah ini.[KP]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*