Jakarta, Kabarpangan.com – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menciptakan plastik ramah lingkungan berbahan limbah tapioka dengan teknologi nuklir untuk mengatasi masalah sampah plastik yang sulit terurai secara alami.
“Pembuatan plastik biodegradable (mudah terurai secara alami) berkontribusi sebagai substitusi produk plastik yang direduksi, sehingga sampah plastik berkurang,” kata Koordinator Bidang Proses Radiasi BRIN Tita Puspitasari.
Seperti diketahui, sampah plastik terutama yang sekali pakai menjadi masalah karena tidak mudah terurai. Penggunaan plastik berkembang secara luar biasa dari beberapa ratus ton pada 1930-an, menjadi 150 juta ton per tahun pada 1990-an dan 220 juta ton per tahun pada 2005. Selama 2009, penggunaan material plastik di negara-negara Eropa Barat mencapai 60 kilogram per orang tiap tahun, di Amerika mencapai 80 kilogram per orang tiap tahun, India hanya dua kilogram per orang per tahun, dan Indonesia 10 kilogram per orang per tahun.
Pada 2016, jumlah timbulan sampah Indonesia mencapai 66 juta ton/tahun, yang mana 16 persen dari total tersebut merupakan sampah plastik. Plastik sulit terurai karena terbuat dari minyak bumi dengan ikatan kimia antara molekulnya sangat kuat dan tidak suka air sehingga jasad renik atau bakteri sulit menguraikan atau memakan molekul plastik.
Untuk itu, seperti ditulis Antara, BRIN menggunakan teknologi nuklir untuk membuat plastik ramah lingkungan yang mudah terurai secara alami sehingga dapat menjadi solusi. Plastik ramah lingkungan tersebut dibuat menggunakan komposit limbah tapioka dengan metode dan proses yang relatif murah, sederhana, aman dan aplikatif. Adapun teknologi nuklir melalui radiasi merekayasa sifat plastik dan bahan adaptif alami agar dapat terurai secara alami.
Plastik tersebut terbuat dari limbah tapioka, polimer hidropobik dan bahan alami lainnya yang dapat dibentuk menjadi berbagai produk kebutuhan rumah tangga, seperti pot, keranjang, ember, mangkok atau wadah dan botol minuman.
Pembuatan plastik memanfaatkan teknologi radiasi sinar gamma yang berfungsi mengikatkan polimer alam dengan polimer sintetis secara kimiawi melalui reaksi radikal bebas. Radikal bebas tersebut terbentuk dari hasil interaksi radiasi gamma dengan bahan yang diiradiasi. Selanjutnya reaksi radikal bebas yang membentuk pengikatan polimer alam dengan polimer sintetis melalui beberapa tahap reaksi, antara lain pembentukan radikal bebas, propagasi radikal bebas, dan rekombinasi radikal bebas.
Sementara itu, BRIN juga mengkaji limbah busa polistirena atau styrofoam di Ambon, Provinsi Maluku, guna mengatasi dampak buruk terhadap lingkungan. “Penelitian kami terkait pembuatan film kompleks polielektrolit kitosan-polistirena sulfonat dari limbah styrofoam sebagai adsorben kadminium (Cd) dan logam timbal (Pb),” kata peneliti Rafidha Dh Ahmad Opier dari Pusat Riset Laut Dalam BRIN di Ambon, Rabu (24/11/2021),.
Dikatakan, styrofoam merupakan salah satu jenis sampah yang menjadi penyumbang besar limbah plastik di Indonesia. Penggunaannya yang terus meningkat sebagai pembungkus makanan, hiasan, pelindung elektronik menyebabkan terjadi penumpukkan di darat, terutama di tempat pembuangan akhir (TPA) sebab memerlukan waktu lama untuk terdegradasi secara alami.
Menurut Rafidha, cara paling efektif untuk mengatasi pencemaran styrofoam adalah menggunakan metode adsorpsi karena ekonomis, mudah dan tidak peka terhadap bahan. [KP-4] kabarpangan.id@gmail.com
Be the first to comment