Kenaikan Bungkil Kedelai Menyeret Harga Pakan Ternak

Ilustrasi bungkil kacang kedelai
Ilustrasi bungkil kacang kedelai

Jakarta -Kenaikan harga bungkil kedelai (soybean meal) di pasar global turut mempengaruhi melonjaknya harga pakan ternak di pasar domestik. Sebab, hingga saat ini Indonesia masih mendatangkan komoditas tersebut dari luar negeri. Kontribusi bungkil kedelai terhadap formula pakan ternak lokal mencapai 23%.

Menurut informasi dari Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), harga pakan ternak dalam beberapa bulan terakhir mengalami lonjakan meski hanya di kisaran 2-3%. Sementara itu, merujuk situs www.indexmundi.com, sepanjang Januari-Mei 2018 rata-rata harga bungkil kedelai di pasar global mencapai US$ 441 per metrik ton (mt) atau naik 20% dari rata-rata periode sama 2017 yang hanya US$ 367 per mt. Sebelumnya pada Mei 2017 lalu, harga bungkil kedelai telah mencapai Rp 7.600 per kilogram, padahal awal Januari lalu berada di posisi Rp 5.200 per kg.

Dalam keterangannya, Direktur Pakan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (PKH Kementan) Sri Widayati mengatakan, kenaikan harga pakan saat ini lebih disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. “Selain itu, akibat kenaikan harga beberapa bahan pakan impor, seperti bungkil kedelai dan tepung tulang/daging (meat bone meal),” kata dia di Jakarta, pekan lalu.

Sebagai ilustrasi, kata Sri Widayati, harga rata-rata bungkil kedelai 2017 adalah US$ 390 per mt dan rata-rata harga 2018 sampai Mei US$ 422 per mt atau naik sebesar 8,20%. Berdasarkan konfirmasi dari GPMT, kenaikan harga pakan hanya sekitar 2-3%. “Kenaikannya memang hanya 2-3%, itu terjadi karena ketatnya persaingan antarprodusen dan masih adanya stok bahan pakan di produsen,” tutur Widayati.

Dalam formulasi pakan, kata dia, penggunaan bahan pakan lokal masih mendominasi sekitar 65%, di antaranya jagung, dedak, minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), dan lain-lain. “Sisanya sekitar 35% adalah bahan lain seperti bungkil kedelai (yang porsinya 23%) dan tepung tulang/daging dan premiks yang hingga kini masih belum dapat diproduksi di Indonesia karena alasan efisiensi,” jelas dia.

Lebih jauh dia mengatakan, Ditjen PKH Kementan tengah melakukan penelusuran kualitas pakan ternak guna menjamin mutu pakan yang beredar di pasaran. Untuk itu, akan dilakukan pengambilan sampel sekaligus mengecek kemasan dan label yang memuat Nomor Pendaftaran Pakan (NPP) oleh Pengawas Mutu Pakan. Langkah tersebut dilakukan Ditjen PKH Kementan untuk menindaklanjuti pernyataan Ketua Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) Sigit Prastowo yang menilai harga pakan ternak saat ini tergolong mahal dan kualitas di dalam pakan tersebut berkurang.

Menurut dia, mekanisme pengambilan sampel mengacu pada Permentan No 22 Tahun 2017 tentang Pendaftaran dan Peredaran Pakan. Informasi hasil penelusuran, utamanya pakan yang diduga nutrisinya di bawah standar, akan diambil sampelnya untuk diuji di laboratorium pakan pemerintah yang terakreditasi.

Dijelaskan, pencantuman NPP dan label menjadi jaminan dan komitmen perusahaan atas mutu dan keamanan pakan yang diproduksi. Pasalnya, untuk memperoleh NPP dipersyaratkan lolos uji mutu dan keamanan pakan di laboratorium milik pemerintah yang telah terakreditasi. “Pengambilan sampel selain di produsen pakan, juga dilakukan di peternak, sehingga kita dapat memastikan di titik mana terjadinya penurunan kualitas pakan,” ujar Widayati. [KP-04]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*