Merauke, Kabarpangan.com – Jajaran Karantina Pertanian Merauke, Papua, bersama unsur CIQ (customs, immigration, quarantine) melakukan patroli gabungan di perbatasan darat Indonesia-Papua New Guinea (PNG), Sabtu (6/6). Kegiatan itu untuk mencegah masuknya orang dan transaksi ilegal, sekaligus mencegah penyebaran berbagai virus mematikan, seperti flu babi Afrika (African Swine Fever/ASF) yang menyerang babi.
Kegiatan yang diinisiasi Badan Nasional Pengelola Perbatasan Daerah ini menyasar wilayah hutan perbatasan antarnegara, yang juga menjadi batas konsesi wilayah perkebunan sawit PT Bio Inti Agrindo (BIA).
Baca : BRG Fasilitasi Pengembangan Sagu di Papua
Menurut Sudirman, Kepala Karantina Pertanian Merauke yang turut hadir melakukan patroli, pihaknya bersama tim gabungan mendapati dua jalur ilegal yang digunakan warga PNG melintas. Warga negara PNG sering melintasi hutan perbatasan secara ilegal dan masuk ke area perkebunan sawit. Tidak sedikit dari mereka yang membawa hasil buruan, tanduk rusa, dan hasil hutan lainnya. Dari sisi perkarantinaan, hal ini melanggar UU 21/19, karena tidak dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal, tidak melalui pintu-pintu pemasukan/pengeluaran yang ditetapkan, serta tidak dilaporkan kepada pejabat karantina.
“Dari laporan perusahaan, seringkali warga yang membawa hasil buruan yang kemudian dijual, dan kembali ke negaranya dengan membawa beras. Ada transaksi jual beli di kedua titik ini,” terang Sudirman, Kepala Karantina Pertanian Merauke yang turut hadir melakukan patroli.
Disebutkan, patroli ini sangat penting dilakukan mengingat juga PNG termasuk negara yang sedang mengalami wabah flu babi Afrika (ASF).
Baca : Dilarang Malaysia, Bagaimana Ekspor 1.000 Babi/Hari ke Singapura?
“Kita tidak ingin kecolongan dengan masuknya ASF ke wilayah Indonesia, khususnya Papua. Jangan sampai para pelintas batas ilegal ini membawa babi dan produknya. Babi lokal yang dipelihara masyarakat Merauke terhitung besar. Dari data IQFAST selama tahun 2019, babi lokal yang dilalulintaskan menuju wilayah lain di Papua mencapai 147 ekor dengan frekuensi mencapai 82 kali,” lanjutnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Papua memulangkan pesawat Air Niugini dari Bandara Sentani Papua lantaran tidak bisa menunjukkan izin terkait dengan lima ton vanili yang diangkutnya.
PTS GM Bandara Sentani Anthonius Praptono mengatakan pesawat tersebut adalah jenis Fokker 100 dengan kode penerbangan P2 – ANH. Vanili yang diangkut t idak mendapat izin dari Pemprov Papua untuk membongkarnya.
“Pesawat Air Niugini kembali terbang pukul 17.21 WIT setelah menunggu selama lima jam dan tidak mendapat izin untuk menurunkan barang yang diangkutnya,” kata Anthonius, pekan lalu.
Pihaknya menuturkan Pemprov Papua tidak menggeluarkan izin terkait dengan vanili yang dibawa. Akhirnya, pesawat tersebut kembali ke Bandara Wewak di Papua Nugini. [LN-04]
kabarpangan.com || agrifood.id@gmail.com
Be the first to comment