Jakarta, Kabarpangan.com – Badan Pangan dan Pertanian PBB (Food and Agriculture Organization/FAO) menyebutkan bahwa Kementerian Pertanian RI sudah mengumumkan kematian puluhan ribu babi di Provinsi Sumatera Utara disebabkan oleh wabah African Swine Fever (ASF).
Demikian informasi yang diperoleh Kabarpangan.com dari laman FAO.org yang dipublikasi Jumat (13/12). Pernyataan (declare) yang disampaikan dalam forum FAO tersebut berarti Indonesia negara ke-12 negara yang terserang demam (flu) babi tersebut.
“Kementerian Pertanian telah memberikan konfirmasi soal terjadinya ASF di Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 12 Desember 2019,” demikian website FAO dengan tulisan berwarna merah.
Disebutkan bahwa wabah ASF di Indonesia merebak di Sumatera Utara yang disusul dengan kematian ribuan ekor babi. Fenomena kematian babi dalam jumlah banyak tersebut mulai terjadi sejak akhir September lalu.
Baca : Kementan dan IPB Bangun Pertanian Berbasis Sains dan Teknologi
FAO terus berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jajaran Kesehatan Hewan juga meminta rekomendasi dari FAO guna mengontrol dan menekan wabah ASF tersebut. “Tim FAO tengah menyusun rencana dan rekomendasi untuk mengontrol ASF di Indonesia,” demikian tulis FAO.
Baca : ASF situation in Asia update
Sementara itu, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumatera Utara mencatat hingga Jumat sebanyak 27.070 ekor babi di Sumut mati akibat virus hog cholera atau kolera babi.
Kepala Balai Veteriner Medan Agustia, Jumat (13/12), mengatakan bahwa kematian ternak babi ini sangat cepat yaitu yang terlapor rata-rata 1.000 – 2.000 ekor per hari.
Baca : Ribuan Babi Mati di Sumut Terindikasi ASF, NTT Harus Waspada
Balai Veteriner Medan sudah menyatakan babi yang mati terindikasi African Swine Fever (ASF), namun Menteri Pertanian hingga saat ini belum menyatakannya (declare).
Dikatakan, virus hog cholera sudah pernah dinyatakan tak lama setelah kematian ribuan babi di Sumut terjadi pada kurun tahun 1993 – 1995. Saat itu, kasusnya juga bermula dari Dairi.
“Berdasarkan ilmunya, ini (babi) kemungkinan akan habis semua. Karena pemain di case ini hog cholera ada, penyakit bakterial ada, ASF juga terindikasi,” katanya.
Angka 27.070 babi yang mati tersebut menyebar di 16 Kabupaten yakni di Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Medan, Karo, Toba Samosir, Serdang Bedagai, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Tebing Tinggi, Siantar dan Langkat. Pihaknya yakin masih ada warga yang tidak melaporkan kematian babinya karena faktor jarak atau lokasi dan menguburnya secara swadaya.
“Enam belas kabupaten/kota itu memang kantong ternak babi atau populasi babi di Sumut,” katanya seperti ditulis Antara.
Secara terpisah, Pakar peternakan babi Institut Pertanian Bogor (IPB) Parsaoran Silalahi menjelaskan bahwa pengumuman yang disampaikan FAO setelah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian tersebut memberi kepastian kepada Indonesia dan dunia. Hal itu harus ditindaklanjuti dengan berbagai upaya pencegahan dan melakukan penanganan situasi darurat tersebut. [KP-03]
kabarpangan.com // kabarpangan.id@gmail.com
Be the first to comment