Etanee Food Marketplace Tidak Sekadar Berjualan

CEO Etanee Cecep M Wahyudin

Bogor, KP – Aplikasi Etanee Food Marketplace (Etanee) menjadi perintis digitalisasi pasar tradisional sudah terbukti dalam menjaga pasokan dan harga. Lebih dari itu, Etanee juga melakukan pemberdayaan dan pengawasan terhadap sejumlah mitra pemasok, seperti petani dan peternak.

CEO Etanee Cecep M Wahyudin menegaskan bahwa pihaknya tidak sekadar memberikan digital platform dan berjualan. Namun, karena terkait dengan makanan (pangan) maka komitmen Etanee menjaga kualitas dan jaminan pasokan sehingga konsumen tidak dirugikan.

“Petani dan peternak langsung diawasi Etanee, tidak saja memberikan digital platform tetapi juga pemberdayaan dan pengawasan. Hal ini penting karena ini merupakan produk makanan. Ada hal-hal yang sifatnya cukup urgent atau bisa membahayakan jika tidak dijaga kualitasnya,” katanya ketika menjelaskan model bisnis aplikasi Etanee dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2018 di Jakarta, pekan lalu.

Menurut jebolan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, konsep pemberdayaan tersebut membedakan Etanee dengan e-commerce yang lainnya. Sebagai gambaran, beberapa pelaku dalam bidang sejenis tersebut lebih banyak sekadar menghubungkan konsumen dengan pedagang.

“Etanee merupakan sistem terintegrasi dari produksi hingga distribusi ke konsumen. Ini juga menyebabkan Etanee Food Marketplace bisa diterapkan dan melakukan penetrasi terhadap semua kalangan masyarakat,” jelasnya.

Dia mengakui, sistem yang terintegrasi itu memerlukan pendekatan yang khusus karena terkait dengan rantai pasok yang selama ini sudah berjalan, sekalipun belum efisien. Hal itu dialaminya ketika awal dari Etanee diterapkan. Saat itu sempat diprotes karena dikhawatirkan menggerus keuntungan pedagang yang selama ini sudah berkisar 10%-15%.

(Baca : Etanee Tawarkan Rp 31.000/Kg, Pedagang Daging Ayam Tak Perlu Mogok)

Rudi Lazuardi yang juga Sekjen Asosiasi Pedagang Daging Ayam dan Sapi (Appdas) Kabupaten Cianjur menambahkan bahwa pihaknya sangat berharap agar pendekatan yang terintegrasi dari Etanee tersebut bisa optimal diterapkan. Hal itu sangat baik sehingga kentungan yang diperoleh pun menjadi merata dan adil bagi semua pihak yang terkait dari produksi hingga distribusi. Bahkan, dalam masa-masa tertentu biasanya jaminan pasokan menjadi sulit sehingga harga melonjak tinggi  pun diharapkan tidak terjadi lagi.

“Kami juga bersama ratusan anggota Appdas lainnya memang kewalahan karena harga ayam yang kami ambil sudah tinggi sekali. Terpaksa tetap jual dengan harga yang mahal, namun keuntungan yang kami dapat juga tidak besar,” ujarnya.

Seperti diketahui, Etanee telah merintis konsep digitalisasi pasar tradisional sebagai terobosan untuk mendukung akses pasar lebih luas bagi para pedagang pasar tradisional. Digitalisasi pasar yang sudah diimplementasikan di Cipanas, Jawa Barat, akan diimplementasikan kepada seluruh pasar tradisional lainnya di Indonesia. Sekaligus, menjadi momentum untuk pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan kesinambungan eksistensi pasar tradisional. [KP-02]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*