Diprotes Pelaku Industri, Ekspor Rumput Laut Terus Meningkat

Ilustrasi rumput laut

Jakarta – Produksi rumput laut Indonesia diperkirakan terus meningkat. Sayangnya, dukungan pasokan bagi pengolahan rumput laut dalam negeri masih terbatas karena didominasi ekspor.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan dan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Subiakto memperkirakan produksi rumput laut Indonesia tahun 2018 ini bisa mencapai 16 juta ton dalam keadaan basah. Adapun sebanyak 80% produksi tersebut diperkirakan untuk ekspor karena minimnya pengolahan di dalam negeri.

Salah satu negara yang gencar mengincar rumput laut mentah Indonesia adalah Filipina. Dalam beberapa terakhir, utusan dari Filipina intens mendekati sentra produksi rumput laut di Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pekan lalu, Konsulat Jenderal (Konjen) Filipina Oscar G Orcine mengunjungi Maluku Utara (Malut) sebagai undangan putera mendiang Sultan Ternate, Firman Mudaffar Syah guna membicarakan potensi ekonomi dan membangun kerja sama.

“Tujuan saya ke Ternate yang pertama ingin memenuhi undangan, sekaligus membahas potensi perekonomian serta membangun kerja sama yang baik antara Filipina dan Maluku Utara,” kata Oscar.

Menurut Oscar, pihaknya ingin membangun jalur perdagangan melalui kapal Roro yang telah diresmikan pelayarannya oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu dan ini sudah dibicarakan Duta Besar Indonesia di Filipina Sinyo Harry Sarondajang dengan Duta Besar Filipina di Indonesia. Adapun komoditas yang diincar adalah rumput laut dan kopra sebagai produk turunan dari kelapa. Sebelumnya, Filipina juga dikabarkan Filipina berminat membeli hasil olahan rumput laut atau chips dari Kabupaten Sumba Timur, NTT.

Bupati Sumba Timur, NTT, Gidion Mbilijora mengatakan selama produk rumput laut dikirim ke luar daerah seperti Jakarta, Surabaya, dan Mataram. Kini, produk olahan yang diproduksi PT Algae Sumba Timur Lestari (Astil) pun dilirik Filipina.
“Selain Filipina, Singapura juga berminat untuk menampung produk olahan rumput laut tersebut,” katanya seperti ditulis Antara.

Gidion mengatakan kehadiran pabrik pengolahan rumput laut di daerah itu telah memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat lokal, khususnya petani di pesisir pantai. Saat ini, tambahnya, banyak petani lahan pertanian sudah beralih fungsi untuk melakukan budi daya rumput laut di wilayah pesisir dan semuanya difasilitasi pemerintah.

“Dampaknya sangat bagus. Banyak masyarakat yang sudah beralih menjadi pembudi daya rumput laut karena 1,5 bulan sudah bisa panen dan menghasilkan uang,” katanya.

Sebelumnya, Asosiasi Industri Rumput Laut (Astruli) mengkritisi kondisi rumput laut Indonesia yang didominasi ekspor. Padahal, kapasitas produksi di dalam negeri masih minim untuk pengembangan pengolahan rumput laut. Hal itu menyebabkan ekspor yang dilakukan masih terfokus pada rumput laut mentah tanpa nilai tambah.

Selain itu, Ketua Umum Soerianto Kusnowirjono juga beberapa kali mempersoalkan ketidakjelasan data produksi sehingga kebijakan yang disusun KKP juga kurang tepat. Paahal, data yang tepat dan jelas sangat membantu pengembangan industri rumput laut di dalam negeri dan semakin memberikan nilai tambah.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*