Dicanangkan Soekarno, Jokowi Berani Terapkan Reforma Agraria

Kementerian Pertanian melakukan panen padi bersama petani

Jakarta, Kabarpangan.com – Salah satu persoalan terkait pertanian dan pangan secara umum adalah lahan. Jumlah buruh tani yang terus meningkat, sedangkan lahan untuk berusaha di pedesaan terus berkurang. Setiap kajian dan diskusi terkait dengan pangan, keterbatasan lahan menjadi sorotan utama. Kini, meski belum merata, pemerintah sudah memulai terobosan mengatasi lahan. Tidak sedikit juga kritkan muncul untuk lebih mengoptimalkan gagasan pemerataan lahan tersebut.

Akhir Januari lalu, pengamat ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Revrisond Baswir mengatakan pasca Presiden Soekarno pelaksanaan reformasi agraria atau distribusi ulang lahan pertanian (landreform) di Indonesia sempat terhenti. Pelaksanaan itu baru bisa kembali dilakukan setelah 50 tahun atau pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurut dia, pelaksanaan landreform adalah bagian penting dari revolusi Indonesia. Hal itu sebagaimana dicanangkan pada era Soekarno melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Mantan Deputi Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Ridha Saleh dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (16/2), juga menegaskan bahwa Joko Widodo sebagai satu-satunya Presiden yang berani melakukan reformasi agraria melalui Perpres Nomo 86 Tahun 2018. Hal itu menunjukkan komitmen dalam pengelolaan sumber daya alam untuk rakyat.

“Baru di rezim ini ada Perpres tentang agraria dan telah membagi dan memberikan sertifikat tanah kepada masyarakat dalam rangka program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA),” kata Ridha, seperti ditulis Antara.

Baca : Berharap Ada Sertifikasi, 800 Warga Lampung Timur Bersurat ke KLHK

Dikatakan, hanya di era Jokowi sebanyak 94 ribu hektare tanah diberikan kepada masyarakat lengkap dengan sertifikatnya. Program TORA merupakan program pelepasan lahan untuk kepentingan rakyat, misalnya transmigrasi, program pangan Kementerian Pertanian, program Pemerintah Daerah atau program strategis lainnya.

Target pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebanyak 4,1 juta hektare akan dilepaskan untuk masyarakat. Tujuannya untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan tanah oleh masyarakat di dalam kawasan hutan dan menyelesaikan sengketa dan konflik dalam kawasan hutan.

Menurut mantan Komisioner Komnas HAM itu, ada tiga hal yang dilakukan Jokowi terhadap ekonomi politik lingkungan dan sumber daya alam untuk kepentingan masyarakat. Pertama, telah memberikan akses masyarakat terhadap SDA. Kedua, mengeluarkan Perpres Nomor 86 tahun 2018. Ketiga, kedaulatan pengelolaan SDA.

“Meski ketiga hal itu belum bisa terealisasi sepenuhnya, namun ada niat pemerintahan Jokowi untuk meberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat dalam mengelola sumber daya alam sendiri,” tutur Ridha.

Baca : Ikut Berbagai Deklarasi, KamIPB Gelar Diskusi Buku Jokowi

Pada era Jokowi ini, lanjut dia, ada upaya negara untuk mengembalikan kedaulatan negara dan memutus intervensi global dan koorporasi, seperti penguasaan sebagian besar saham Freeport. “Pemerintahan Jokowi ingin menjalankan pasal 33 secara sungguh sungguh. Kekayaan alam dikuasi oleh negara. Tapi filosofi dalam SDA memberikan kemakmuran rakyat,” ujarnya.

Sementara itu, ekonom Universitas Brawijaya, Aji Dedi Mulawarman mengatakan, sumber daya alam Indonesia sudah tergerus oleh imperium bisnis melalui akumulasi kapital dan keuntungan ekonomi perusahaan-perusahaan yang terkoneksi dengan bagian sejarah orde baru.
“Perusahaan-perusahaan yang saat ini bercokol dari mulai hutan, kelapa sawit, batubara hingga migas adalah pewaris utama orde baru. Pasar modal dan kepemilikan saham saat ini masih didominasi jaringan kuasa dan keluarga yang berada di lingkaran orde baru. Konsekuensinya, penguasaan lahan dan eksploitasi sumber daya alam meminggirkan masyarakat pribumi,” paparnya.

Solusinya, tambah dia, desain koperasi multinasional harus mulai dirumuskan serius sebagai representasi ekonomi rakyat yang sesungguhnya sebagaimana jiwa Pancasila, Pembukaan dan pasal 33 UUD 1945. Konsekuensinya kemudian secara institusional adalah Kementerian Koperasi dan UKM sudah wajib diubah menjadi Kementerian Koperasi dan Ekonomi Rakyat.
“Konsekuesi praksisnya adalah perlu dilakukan redistribusi aset dalam hal pengelolaan sumber daya alam melalui BUMN SDA Rakyat, BUMD dan koperasi multinasional yang saham terbesarnya adalah masyarakat adat dan lokal,” ucap Dedi. [KP-04]

Silahkan klik kabarpangan.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*