CIPS: Holding BUMN Pangan Bisa Hambat Investasi Baru Pertanian

Sedimentasi bendungan Liba, Magepanda, Sikka, NTT.

Jakarta, Kabarpangan.com – Pembentukan holding atau induk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Klaster Pangan berpotensi menghambat masuknya investasi pertanian dan mengurangi kompetisi pada sektor ini. Keistimewaan dan kemudahan yang seringkali diterima oleh BUMN membuat investor berpikir panjang untuk berinvestasi di Indonesia.

Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan bahwa investasi di sektor pertanian Indonesia masih tergolong rendah. Investasi asing di sektor ini hanya sebesar 3% sampai 7% dari total Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia pada kurun 2015 hingga 2019. Sebagian besar investasi juga hanya ke sektor kelapa sawit sedangkan investasi pada subsektor pertanian lainnya, seperti tanaman pangan dan hortikultura, tercatat masih jauh lebih rendah.

“Padahal peningkatan investasi di sektor pertanian perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pertanian Indonesia,” kata Peneliti CIPS Indra Setiawan dalam siaran pers, pekan lalu.

Pemerintah bakal memberikan BUMN suntikan modal, penunjukan langsung, serta kemudahan birokrasi, terutama dalam pembebasan dan akuisisi lahan. Keuntungan-keuntungan tersebut tidak dapat dinikmati oleh investor swasta yang menyebabkan mereka enggan terlibat dalam proyek tersebut. “Rendahnya investasi dan keterlibatan swasta akibat dominasi BUMN telah terbukti di sektor infrastruktur di mana keterlibatan BUMN dalam pembangunan infrastruktur strategis semakin menguat sejak pemerintah menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas,” lanjutnya seperti ditulis Bisnis.

Pembentukan holding BUMN pangan juga dibayang-bayangi kekhawatiran akan kinerja BUMN yang dianggap tidak efisien selama ini. Contohnya adalah kerugian tujuh BUMN pada 2018 meskipun telah diberikan suntikan dana oleh pemerintah. Hal ini tentu saja menjadi beban fiskal bagi pemerintah yang saat ini tengah berfokus pada penanganan pandemi yang membutuhkan anggaran besar.

“Rendahnya investasi di sektor pertanian akan berakibat pada terhambatnya upaya meningkatkan kemampuan manajerial di sektor pertanian. Mayoritas tenaga kerja di sektor pertanian Indonesia memiliki keterampilan rendah dan hanya sekitar dua persen lulusan universitas di Indonesia yang bekerja di sektor pertanian,” jelas Indra.

Terhambatnya investasi di sektor pertanian juga berpotensi menghambat perkembangan teknologi pertanian di Indonesia. Indonesia saat ini memerlukan teknologi pertanian yang mampu menekan ongkos produksi dan transaksi petani serta meningkatkan mutu pangan dan nutrisinya. Investasi merupakan salah satu jalan bagi transfer teknologi, terutama investasi asing dari negara-negara yang memiliki pertanian yang lebih maju dari Indonesia.

CIPS memberi rekomendasi untuk mengurangi dampak negatif dominasi holding BUMN pangan pada kemudian hari. Pembentukan holding BUMN pangan harus diikuti rencana reformasi BUMN itu sendiri. Rencana-rencana strategis diperlukan untuk meningkatkan tata kelola perusahaan, seperti melalui Initial Public Offering (IPO) holding BUMN pangan. Melalui IPO, pengawasan publik dapat lebih ditingkatkan sehingga transparansi holding BUMN pangan akan makin baik pula. “Holding BUMN pangan juga harus terbuka terhadap kompetisi pasar.

Pemerintah perlu memberikan perlakuan yang setara antara holding BUMN ini dan pihak swasta yang hendak terlibat dalam sektor pangan dan pertanian. Hal ini akan mendorong lebih banyak sektor swasta untuk terlibat dalam sektor pangan dan pertanian sehingga peningkatan investasi dapat terus terjadi,” katanya. [KP-04] kabarpangan.id@gmail.com || 081356564448.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*