Berharap Ada Sertifikasi, 800 Warga Lampung Timur Bersurat ke KLHK

Surat warga yang diajukan ke KLHK.

Jakarta, Kabarpangan.com – Sebanyak 200 kepala keluarga (KK) atau sekitar 800 warga Dusun Gunung Kedatuan, Desa Wana, Kecamatan Melinting (Labuan Maringga), Kabupaten Lampung Timur, Lampung, menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Warga berharap ada program sertifikasi atas lahan seluas 900 hektare (ha) yang ditempati mereka sejak tahun 1963.

Sunaryo yang juga Koordinator Warga Gunung Kedatuan menjelaskan pengajuan surat itu dilakukan untuk memperkuat status tanah yang sudah diizinkan pemerintah setempat sebagai pemukiman warga sejak tahun 1967. Kawasan itu diharapkan bisa masuk dalam program sertifikasi nasional atas tanah-tanah rakyat.

“Sebanyak 800 warga yang masuk dalam Desa Wana, Lampung Timur, sangat membutuhkan kepastian lahan tersebut. Untuk itulah kami mengajukan surat ke KLHK sebagai tahapan menuju sertifikasi,” ujarnya.

Proses sertifikasi, kata dia, bisa dilakukan oleh instansi terkait. KLHK diharapkan memberikan rekomendasi atas status lahan tersebut.

Untuk diketahui, sejak ditempati pada 1963 lalu berkembang hingga awal 1990an, warga bermukim dan mendapatkan pelayanan dari pemerintah, Namun, ulah beberapa oknum pemerintah dan TNI pada periode 1994-1997, warga Gunung Kedatuan diminta meninggalkan lokasi yang sudah menjadi sumber penghidupan mereka.

“Untuk mencegah kekerasan yang lebih besar, orang tua dan beberapa tokoh masyarakat meninggalkan sementara kawasan yang sudah mendapatkan Surat Izin Usaha di Atas Tanah Negeri sejak 1967. Surat itu diberikan kepada Muljoredjo dan Ngadiman yang menjadi perintis di atas lahan pemukiman dusun Gunung Kedatuan itu,” ujar Sunarso.

Dia melanjutkan, pada tahun 1998, kepala desa dan aparat desa Wana mengijinkan kembali kepada warga untuk menempati lahan seluas 900 ha. Kemudian diikuti dengan beberapa upaya untuk penentuan batas dusun yang merujuk pada surat keputusan gubernur Lampung.

Ironisnya, kata dia, pada tahun 2002-2003 terjadi penyerobotan dan teror agar 200 KK yang sudah diakui tempat tinggalnya supaya meninggalkan kawasan itu. “Hingga saat ini, tidak jelas pihak yang melakukan teror dan tidak bertanggung jawab itu,” tegasnya.

Sunarso menjelaskan bahwa warga merasa tidak ada keadilan dan belum ada kemauan dari pemerintah untuk menyelesaikan kontroversi lahan tersebut. Sejauh ini, pihaknya pun belum mendapatkan penjelasan secara transparan terkait dengan lahan tersebut.

“Kami sudah ajukan agar status dan batas lahan-lahan tersebut agar segera diatur. Program sertifikasi nasional dari Presiden Joko Widodo bisa diimplementasikan di pemukiman kami,” tegasnya.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*