Bogor, Kabarpangan.com – Perwakilan petani asal Madura meminta Tani Centre Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat mempelopori judicial review (uji materi) Undang Undang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (UU SBPB). Hal itu karena aturan yang baru disahkan DPR pada 24 Agustus silam itu dinilai sangat memberatkan petani.
“Menurut kami, undang undang sistem budidaya ini sangat tidak mendukung perkembangan kreatifitas petani,” kata Hosman, perwakilan petani, saat menyampaikan harapannya pada acara peluncuran Tani Centre IPB.
IPB secara resmi merilis Tani Centre di kampus Dramaga Bogor, Sabtu (12/10) yang dipimpin Hermanu Triwidodo. Kehadiran Tani Centre diharapkan bisa menjadi ruang interaksi antara petani, civitas akademica dan para pelaku usaha yang terkait dengan pertanian
Hosman dalam keterangan tertulis yang diterima Minggu (13/10) menyinggung salah satu keberatannya pada pasal pengembangan plasma nutfah benih. Padahal, kegiatan menyilangkan benih itu menjadi bagian yang sudah lama dilakukan petani dan tak terpisahkan dalam aktifitas budidaya pertanian.
“Para petani itu menyilangkan (benih), tidak untuk menyaingi siapapun. Tapi untuk yang terbaik. Harusnya itu didukung tapi dengan undang undang ini kita bisa dilaporkan (ke polisi). Untuk itu kami mohon ada pembelaan dari akademisi, khususnya kepada Tani Centre IPB ini,” kata Hosman.
Terkait permintaan petani, Rektor IPB Arif Satria mengaku permintaan ini dapat menjadi masukan bagi IPB, khususnya Tani Centre IPB, untuk berperan lebih nyata. “Dalam waktu dekat akan coba kami kaji dan analisis sehingga bisa melihat kemungkinan melakukan judicial review,” katanya.
Rektor juga menegaskan siap membentuk tim khusus untuk mengkaji dan menggodok UU SBPB yang baru disahkan DPR tersebut. “Kita juga akan mencoba bertanya kepada pemerintah maupun DPR,” ujarnya.
Sementara itu Koordinator Koalisasi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengaku sudah menginisiasi kajian untuk menggugat UU SBPB ke Mahkamah Konstitusi. Dalam kajian, pihaknya bekerjasama dengan sejumlah masyarakat sipil, perwakilan organisasi petani serta IPB. Menurut dia, UU ini melemahkan kedaulatan petani, terutama terhadap persoalan akses sumber daya genetik, benih dan penggunaan lahan.
“Betul bahwa ada pengecualian bagi petani, namun adanya klausul wajib “melapor” merupakan sebuah kontradiksi dan bentuk lain pelemahan kdaulatan petani. Begitu juga dengan penggunaan lahan pemerintah oleh petani harus membuat laporan jika melakukan proses budidaya,” kata pria yang akrab disapa Ayib ini. [KP-03]
kabarpangan.com // kabarpangan.id@gmail.com
Be the first to comment