
Oleh : Sultani, Alumnus Universitas Indonesia (UI) dan Mantan Litbang Kompas
DUA pekan lalu, seantero negeri ini dihebohkan oleh berita tentang tingginya apresiasi publik terhadap kinerja pemerintahan Prabowo ketika memasuki 100 hari masa kerja. Angka kepuasan responden di atas 80 persen sedikit. Angka ini mencerminkan tingkat kepuasan yang nyaris sempurna untuk sebuah pemerintahan baru yang memulai debutnya dalam suasana kontroversi.
Selang beberapa hari, muncul lagi hasil survei yang mengevaluasi kinerja Pemerintahan Prabowo di usianya yang ke-100 hari. Survei ini lebih menyoroti kinerja para menteri secara individual dengan beberapa rekomendasi yang cukup mencengangkan. Salah satu rekomendasi yang sempat memicu perdebatan publik adalah kinerja 5 menteri Kabinet Indonesia Maju yang terbilang buruk. Berangkat dari hasil tersebut, sosok kelima menteri ini lalu disebut-sebut layak untuk diganti dalam reshuffle kabinet yang sudah direncanakan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Dari kedua survei ini, tidak satu pun yang menyebutkan secara eksplisit tentang hasil implementasi Asta Cita yang menjadi misi utama pemerintah saat ini. Padahal, pada 5 Januari lalu Badan Gizi Nasional meluncurkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai salah satu program prioritas nasional Presiden Prabowo. MBG merupakan operasionalisasi Asta Cita yang mencakup program peningkatan gizi anak-anak berbasis pangan sehat. Artinya, sampai sekarang kita tidak mengetahui laporan evaluasi berbasis data yang akurat terkait efektivitas program MBG yang melibatkan 3 juta anak-anak di seluruh Indonesia.
Semangat Presiden Prabowo mempromosikan MBG tidak lepas dari visi jangka panjangnya untuk menciptakan kedaulatan pangan nusantara, sebagai salah satu strategi untuk membangun kualitas SDM Indonesia. MBG adalah hilir dari rantai pasok tata kelola pangan yang berbasis ekosistem sektor hulu-hilir. Untuk menghasilkan pangan berkualitas pemerintah juga perlu mengelola rantai pasok sektor hulu yang mencakup produksi pangan serta distribusi yang merata dan berkelanjutan. Di sinilah Asta Cita akan mendorong keberhasilan politik pangan nasional yang berorientasi pada kemandirian dan kedaulatan pangan.
Asta Cita adalah visi misi utama pemerintahan Prabowo yang berfokus pada pembangunan Indonesia sebagai negara yang berdaulat, mandiri, dan adil. Asta Cita terdiri dari delapan program yang dicanangkan pemerintah saat ini sebagai wujud perjuangan untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan makmur, Kemudian dioperasionalisasi sebagai misi presiden yang dituangkan menjadi prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 (Bappenas, 2025).
Visi ini mencakup berbagai aspek pembangunan, mulai dari ketahanan ekonomi, pemerataan pembangunan, hingga kedaulatan pangan. Pada tataran kebijakan pangan, Asta Cita membawa implikasi mendalam terhadap penyesuaian kebijakan yang lebih mendukung kemandirian pangan di Indonesia, sehingga bisa menghadapi tantangan krisis pangan yang kerap menghantui stabilitas negara.
Asta Cita, yang terdiri dari berbagai cita-cita luhur untuk membangun bangsa Indonesia secara adil dan makmur, menekankan pada tiga pilar kedaulatan, yakni kedaulatan dalam bidang pangan, energi, dan air. Dalam konteks pangan, kedaulatan pangan menjadi sangat relevan karena visi ini menginginkan Indonesia tidak bergantung pada impor pangan dan memiliki sistem pangan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan lebih adil dan berkelanjutan.
Kedaulatan pangan yang dicanangkan oleh pemerintahan Prabowo adalah tentang kemandirian negara dalam mengelola sumber daya alam, terutama dalam konteks produksi pangan yang cukup dan berkelanjutan untuk seluruh lapisan masyarakat. Kedaulatan pangan di sini mengacu pada ketersediaan pangan sekaligus kemampuan masyarakat untuk mengakses pangan yang bergizi, aman, dan sesuai dengan kearifan lokal.
Implikasi Asta Cita
Kebijakan pangan yang dilaksanakan oleh pemerintahan Prabowo, yang bertujuan untuk mencapai kedaulatan pangan, secara langsung dipengaruhi oleh prinsip-prinsip yang terkandung dalam Asta Cita. Implikasi utama yang muncul dari prinsip-prinsip yang terkandung dalam Asta Cita tersebut adalah: Peningkatan produktivitas pertanian domestik, pengembangan infrastruktur pertanian dan modernisai teknologi, pemberdayaan petani dan penguatan ekonomi rakyat desa, serta pendekatan holistik dalam pembangunan pangan.
Peningkatan Produktivitas Pertanian Domestik merupakan salah satu langkah konkret mencapai kedaulatan pangan dengan kebijakan yang berfokus pada diversifikasi tanaman pangan, seperti padi, jagung, kedelai, singkong, dan tanaman lainnya yang memiliki potensi untuk menggantikan produk impor. Dalam konteks Asta Cita, pemerintahan Prabowo menyadari bahwa meningkatkan produktivitas pertanian domestik berarti mengurangi ketergantungan impor pangan.
Sementara itu, Pengembangan Infrastruktur Pertanian dan Modernisasi Teknologi sebagai implikasi Asta Cita adalah mendorong pemerintah untuk menginvestasikan infrastruktur pertanian yang memadai sebagai syarat utama menjaga stabilitas pasokan pangan dalam negeri. Kebijakan pembangunan infrastruktur pertanian yang berbasis pada penggunaan teknologi ramah lingkungan dan pemanfaatan energi terbarukan menjadi langkah penting dalam mengatasi masalah tersebut.
Implikasi Asta Cita terhadap Pemberdayaan Petani dan Penguatan Ekonomi Rakyat Desa
dalam mencapai kedaulatan pangan, memperkuat komitmen pemerintah untuk memperkuat ekonomi rakyat desa melalui program swasembada pangan yang berbasis pada lumbung pangan desa. Artinya, Asta Cita menuntut pemberdayaan petani sebagai aktor utama dalam produksi pangan. Dengan meningkatkan produktivitas di tingkat desa, maka ketergantungan pada pasar global dan distribusi pangan yang tidak efisien dapat diminimalisir.
Implikasi terakhir adalah Pendekatan Holistik dalam Pembangunan Pangan, di mana Asta Cita mengedepankan pendekatan yang holistik dalam membangun sektor pangan. Hal ini tercermin dalam penekanan untuk menciptakan sinergi antar sektor yang mendukung ketahanan pangan, seperti sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan sektor lainnya. Dengan sinergi ini, diharapkan Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dan menjadi negara yang mandiri dalam produksi pangan.
Dengan demikian, Asta Cita bisa dipandang sebagai visi jangka panjang sekaligus peta jalan (road map) yang jelas bagi Pemerintahan Prabowo dalam menanggulangi krisis pangan yang seringkali mengancam stabilitas produksi pangan nasional. Melalui kebijakan yang fokus pada kedaulatan pangan, pemerintah berupaya membangun ketahanan pangan yang tidak bergantung pada fluktuasi pasar global. Kemandirian dalam produksi pangan menjadi tonggak penting dari Asta Cita yang lebih luas, yang mencakup kedaulatan dalam berbagai aspek kehidupan bangsa Indonesia, termasuk pangan, energi, dan air.
Dalam konteks ini, kebijakan pangan pemerintahan Prabowo adalah bagian integral dari upaya untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan adil. Dalam kerangka politik pangan berkelanjutan ini pemerintah hendak memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses terhadap pangan yang bergizi dan aman. [kabarpangan.id@gmail.com]
Be the first to comment